Teori Arsitektur
Tantangan dalam
dunia arsitektur dapat dilihat dari praktek dan karya arsitektur itu sendiri.
Teori yang berkembang di dunia Arsitektur berasal dari
kritikan, penafsiran, dan deskripsi dari hasil pekerjaan yang telah dihasilkan
dan berhasil membangun opini masyarakat sehingga timbul pemahaman baru.
Dalam perkembangan dunia arsitektur, muncul aliran post modern yang menekankan
pada kunci dominansi persoalan tunggal, hal ini berbeda dengan arsitektur
modern yang bersifat
formalisme, dan gagasan fungsionalisme, kebutuhan “ pemecahan radikal ” dan
ungkapan jujur bahan dan struktur.
Sejak pertengahan tahun 1960–an,
teori arsitektur benar-benar telah menjadi interdisipliner ;
bergantung pada kritis. Proyek perbaikan modernisme ini
disajikan sebagai pembuatan teori agenda baru untuk arsitektur, dilihat dari
sudut pandang politik, etika, ilmu bahasa, estetika, dan fenomenologi.
Teori dapat digolongkan menjadi beberapa pokok pikiran masalah
berdasarkan subjeknya diantaranya : Preskriptif,
proskriptif, Afirmatif, atau Kritis. Yang kesemuanya itu
berbeda dari sudut pandang deskriptif yang netral.
Teori preskriptif menawarkan penjelasan
baru mengenai masalah khusus yang berfungsi untuk menentukan norma
baru yang digunakan sebagai pedoman dalam praktek. Jadi ini
menaikan standart metode desain. Jenis ini dapat
bersifat kritis dalam situasi status quo.
Sedangkan teori proskritif yang
menawarkan keadaan standart apa yang dihindarkan dalam
desain. Urbanisme dalam sudut pandang proskriptif didefinisikan
tidak secara negatif tetapi lebih kepada pemecahan atau pembelajaran untuk
mengatasi hal tersebut, contohnya dengan menentukan zona fungsional.
Seperti kode perencanaan kota
untuk Seaside, Florida
oleh Andreas Duany dan Elizabeth Plater – Zyberk.
Teori kritis
menilai perkembangan dunia arsitektur dan hubungannya dengan masyarakat.
Jenis tulisan yang berpolemik ini sering memiliki orientasi
politik atau etika yang dinyatakan untuk mendorong perubahan. Teori kritis secara ideologi didasarkan pada marxisme atau
feminisme. Contoh yang bagus dari teori kritis adalah Critical
Regionalisme karya arsitektur kenneth Frampton yang
mengusulkan ketahanan terhadap homogenisasi lingkungan visual melalui tradisi
bangunan lokal. Teori kritis bersifat spekulatif, mengandung
pertanyaan dan terkadang utopia.
Inti dari teori –
teori yang ada pokoknya mengenai masalah pelaksanaan dan seni. Berasitektur dinyatakan sebagai cikal bakal seni bangunan yang
halus. Hal ini sangat berbeda dengan prinsip ilmu
matematika dan ilmu yang lainnya. Dilihat dari subjek dasar, prinsip
dalam dunia arsitektur dapat digolongkan menjadi 5 point, diantaranya:
1.
Arsitektur yang memiliki tingkatan mutu yang diharuskan
oleh seorang arsitek dalam hal kepribadian, pendidikan, dan pengalaman.
2.
Apresiasi arsitektur baik berupa seni maupun kesenangan
sebagai salah satu kriteria arsitektur.
3.
Teori desain atau metode konstruksi. Meliputi: teknik,
bagian, jenis, bahan, dan prosedur unsur pokok.
4.
contoh contoh senjata
arsitektur, pemilihan, dan penyajian yang menyatakan sikap menulis terhadap
sejarah.
5.
Sikap tentang hubungan antara teori dan praktek.
Pandangan yang tentang subyek pokok ini dinyatakan oleh arsitektur Bernard
Tschumi. Bagi Tschumi arsitek bukanlah seni dan teori yang mengambarkan.
Tulisannya menunjukan bahwa peran teori merupakan penafsiran dan propokasi.
Jika teori harus membawa hasil
sesuai dengan yang diperkirakan maka satu satunya teori yang dapat diterima
Preskriptif atau Proskriptif. Kedua aspek dalil ini
ditantang oleh para pembuat teori postmodern seperti Alberto Perez Gomez yang
berpendapat bahwa kekuatan kritis dari proyek yang tidak dibangun untuk
arsitektur kertas. Teori juga menyelamatkan hubungan
arsitektur dengan alam paradikma pilosofi dan ilmiah sebagian besar telah
membentuk pandangan arsitektur tentang daerah aktifitas dimana alam menjadi
pemandangan alam melalui upaya desainer.
Pengertian Postmodern
Postmodern adalah istilah yang memiliki arti yang
berbeda dalam konteks yang berbeda, dilihat dari tiga sudut yakni: sebagai periode
sejarah dengan hubungan khusus ke modern; sebagai golongan paradikma siknifikan
untuk pertimbangan persoalan dan obyek budaya; sebagai kelompak tema.
Postmodern dikenal sebagai kapitalisme akhir,
kapitalisme multi nasional, masyarakat konsumen pada pertengahan tahun 1960-an
tantangan terhadap ideologi gerakan modern dan terhadap arsitektur modern yang
menurunkan nilai dipercepat serta berkembang biak
sehingga dikenal sebagai kritik postmodern.
Perusakan kompleks perumahan pruitti-Igoe di St Louis misauri
pada tahun 1972 secara luas diterima sebagai berakhirnya visi arsitektur
modern.
Lembaga teori di New York pada tahun 1967-1985 dan
Venice, keduanya menjalankan publikasi yang sangat banyak yang menawarkan
program pengajaran, konfrensi, simposium, panel dan pameran hal tersebut juga
dilakukan oleh Insitute Arcsitekture and Urban Studies (IAUS) di Manhattan.
IAUS menerbitkan surat
kabar Skyline dua jurnal, dan serangkaian buku dibawah terbitan opposition.
Penekanan berat lembaga tersebut pada teori berkarakteristik post modern.
Publikasi: Majalah, Jurnal Akademi , polemik.
Respon lainnya terhadap
arsitektur modern adalah berkembangnya literatur teoritis seperti majalah
mandiri baru dan jurnal akademi. Disamping itu Venice
institute, italia menghasilkan tiga majalah arsitek lain semuanya di cetak
lotus, asabela, dan domus. Dua yang terakhir didirikan mulai
tahun 1928 sedangkan lotus didirikan 1963.
Selama sepuluh tahun (1985-1995) para arsitek
Denmark dibawah pengaruh Kopenhagen Henning Larsen yang menebitkan nordic
magazine of architekture and art artikel wawancara dalam bahasa Denmark dan
Inggris dilengkapi dengan Layout berukuran besar menggunakan desain grafis yang
kuat dan ilustrasi.
Postscrip merupakan sebuah
puncak modernisasi yang membahas mengenai tata kota, tampak (fasade), hal yang
menyangkut kebudayaan. Stern mengungkapkan bahwa arsitektur
merupakan kombinasi dari respek budaya dan sejarah, dan merupakan sebuah
fragmen dari kontektualisasi. Pada tahun 1977 Charles jencks memaparkan akan bahasa ‘Arsitektur Postmodern’. Karena
terbesit kata postmodern pada telinga para arsitek, maka sekelompok arsitek
mengadakan sebuah konferensi yang membahas seluk beluk dari arsitektur modern.
Tokoh dalam arsitektur modern yang dibahas antara lain Peter Eisenman, Michael
Groves, Charles Gwathmey, John Hajduk,Richard Merier yang seringkali tenar
dengan nama ‘ The New York Five’, tetapi dari bahasan ini timbulah berbagai
pendapat bahwa topik arsitektur modern yang diangkat merupakan suatu yang tidak
membuat kehidupan semakin membaik, tetapi kehidupan berjalan sebagi mana
mestinya.
Perkembangan arsitektur menuju kearah yang lebih baik
pada saat diadakannya pameran di New York museum
Moma, pada pameran ini banyak karya arsitektur mulai dari sytle klasik,
hirarki, poche, proporsi dan pameran transformasi yang dipaparkan oleh Charles
Jenks.
Kalimat postmodern dalam dunia arsitektur berarti suatu gaya kontemporer yang mengembalikan
kembali aspek sejarah yang pernah hilang pada arsitektur modern.
Paradigma arsitektur postmodern merupakan suatu fenomena, kecantikan,
teori bahasa tubuh (semiotik, strukturalisme, poststrukturalisme dan
dekonstruksi), marxism, dan feminism.
PARADIGMA 1 : PHENOMENOLOGI
-
Aspek dari keteraturan akan
menghasilkan suatu kebenaran dari teori arsitektur pada metode filosofi yang
dikenal dengan nama phenomenologi, yang dapat diartikan sebagai suatu ancaman
filosofis yang didasarkan atas kebiasaan postmodern melalui tempat, pandangan,
pembuatan yang seringkali terlihat berlebihan dan sulit untuk diartikan.
Phenomenologi mengkritik logika dari para ilmuwan yang dapat membawa aspek
kemanusiaan.
-
Salah satu tokoh yang sangat ekstrim mengritik
modernisasi ialah Heidengger, ia mengemukakan bahwa
orang-orang pada era modern diangap tidak mampu merefleksikan hidupnya sebagai
manusia. Nortberg-Schulz mengacu pada lingkungan dan karakter yang
dimanifestasikan kedalam sebuah bangunan. Sedangkan Mies mempunyai paradigma
bahwa Tuhan merupakan sumber dari detail yang dibuat dalam desain arsitektural,
karena setiap tatanan kehidupan dan sumber alam yang dihasilkan berasal dari
Tuhan.
-
Peres Gomes mengemukakan akan
konsep dari Heidengger yang memungkinkan orientasi keberadaan, pengenalan
budaya, dan hubungan dengan sejarah. Phenomenologi terakhir disampaikan oleh
Juhani Pallasmoa yang mengartikan arsitektur merupakan fisik dari ide yang
dihasilkan yang meliputi persepsi, mimpi, memori yang terlupakan dan imajinasi.
-
Didalam uraian Francois Coli yang mengemukakan bahwa
arsitektur merupakan suatu pemandangan
yang tak nyata, yang nantinya akan diulas lebih lanjut melalui suatu pola
pemikiran fisik, mistik, dan legenda.
Menurut
pendapat dari kelompok kami mengenai phenomonologi ialah:
Phenomenologi
merupakan sebuah konteks yang membicarakan mengenai arsitektur dalam kaitannya
dengan segala keteraturan yang ada di alam. Keteraturan
tersebut membentuk suatu pemaknaan yang menimbulkan berbagai macam filosofi,
sebenarnya bila dikaji lebih mendalam unsur dari metafisika dapat masuk kedalam
paradigma ini. Jadi konsep tersebut diatas ‘phenomenologi’ menjadi suatu
pegangan dalam proses perancangan. Mengenai ulasan
phenomenologi ini yang mendasari asal mula ide tersebut muncul yang didasari
oleh segala macam keseimbangan yang ada. Menurut kelompok kami dapat
disimpulkan bahwa paradigma phenomenologi ini :
-
merupakan keterkaitan dengan tradisi masa lalu, yang
dapat diartikan sebagai memorial
-
Tidak terbatas akan teori saja
tetapi dapat menembus disiplin dari keilmuan.
-
Menunjukan makna bahwa adanya keberadaan manusia yang
telah diabaikan oleh modernisasi.
Aplikasi bentukan
:
1. Stone house
oleh Gunther Domenig
Bangunan ini
memiliki suatu unsur yang tidak mempunyai kaitan dengan segala keteraturan yang
ditimbulkan dari aspek phenomonologi. Hal ini dapat dilihat dari
bentukan yang ada, kurang dirasakan adanya kesinambungan dengan lingkungan
sekitar ‘posisi
bangunan terhadap lingkungan’ dan juga tidak terdapat unsur
budaya dan sejarah yang melandasi perancangan.
PARADIGMA 2 : AESTHETIC OF SUBLIME
-
Pada pembahasan ini lebih menampilkan akan artikulasi dari sebuah kategori oestetik yang penting
pada periode postmodern. Untuk menuju titik yang radikal sejarah dari
modernisasi, haruslah merombak teori aestetik secara utuh. Dalam teori aestetik
tabula rasa dibahas mengenai polemic modernist beirisikan akan aplikasi antara ilmu
dan desain yang saling terkait. Dalam arsitektur fragmentasi merupakan suatu
hal yang sangat penting dari sejarah modern karena mengandung suatu penolakan
dari bentukan desain yang umumnya ada.
-
Dalam bukunya Robert Am Stern mengemukakan bahwa tubuh
dari aliran clasic tidak mengarah pada politik dan moral, tetapi lebih mengarah
pada bahasa. Dan bahasa clasic yang dipakai bukan merupakan sesuatu hal yang
pasti tetapi haruslah dapat memberikan suatu kemurnian bentuk. Sedangkan
menurut Aldo Rosi yang mengemukakan pendapatnya bahwa bangunan clasic memiliki
sesuatu yang praktis.
Menurut
Pandangan kami terhadap sublisme ialah :
Sublime dalam hal ini berbicara
mengenai arsitektur gaya-gaya klasik yang dipadukan dengan unsur modern. Pada
sublime ini terlihat
akan perpaduan antara unsur klasik dengan modern dapat melalui ornamennya, dan
yang terpenting ialah tidak meninggalkan tradisi sejarah secara utuh tetapi
mengadopsikan hal tersebut pada bangunan, sublime juga berbicara mengenai
keindahan / kecantikan dari bangunan.
Aplikasi bentukan :
1. Single Family Residence
Catalonia,
Spanyol, 1983 - 1987
Architect :
Oscar Tusquets
Perumahan gaya
Mediterania ini dibangun pada tahun 1983 oleh Oscar Tusquets dan lous Clotet, dimana mereka telah
bekerja sama sejak 1964. Gerakan ini, meskipun mendapatkan
keuntungan dari ahli mordenisasi, tidak memiliki hasrat untuk menghabiskan
simbol – simbol sejarah untuk membangkitkan image dalam kebudayaan bersama.
Gaya baru Clotet memanggil kembali gaya
baru klasik dengan struktur dan proporsinya meskipun dimasukan gaya
klasik, Tusquets disisi lainnya dia juga memiliki kebebasan pediman baluster
dan molding , disain interiornya dengan detail yang
cermat dan tidak takut dengan konstruksi skala besar.
Pada bangunan ini usur alam menjadi pendukung utama keindahahan
bangunan, pemilihan warna, tekstur dinding, dan dekorasi jendela berusaha
disesuaikan dengan unsur alam disekitarnya.
Penggunaan dan penempatan
simbol–simbol arsitektur seperti ornamen–ornamen, dekorasi ruang, dan
penambahan efek lengkung pada sisi–sisi tertentu dari bangunan semakin
mempertegas kesan klasik dalam desain ini. Pada pembahasan sublime unsur simbilis dari
banguanan ini masih terdapat suatu tradisi sejarah dengan perpaduan gaya
modern. Pada tampak depan banguan ini terlihat adanya ornamentasi dari gaya klasik dalam permainannya
dengan ornamentasi, warna, dan bentukan geometris yang mendukung merupakan
suatu unsur sulime yang nampak.
PARADIGMA 3 : LINGUISTIC THEORI
-
Pada teori ini dibahas akan
adanya budaya yang semakin krisis pada era modernisasi, yang dapat mempolakan
suatu pemikiran, pada pergerakan postmodern mulai diperhatikan akan masalah
budaya sampai pada rekonstrukturisasi pemaknaan bahasa arsitektural.
-
Dalam teorinya Mies Van de Rohe menjelaskan akan suatu kesatuan yang utuh antara arsitektur dan
teknologi yang ada, tetapi lama kelamaan salah satu akan mendominasi yang
lainnya. Dari hal ini budaya arsitektur dapat terkikis oleh perkembangan
teknologi yang ada.
Strukturalisme ;
-
Struktural lebih menfokuskan pada kode, konvensi, dan
proses pertanggung jawaban dari pekerjaan dimana menciptakan arti sosial.
Struktur merupakan sebuah proses yang liguistik, psycoanalitic, metaphisical,
logical, sosiological. Dalam desain struktur merupakan sesuatu kejelasan yang
dapat mempertegas arti dari desain yang akan
diwujudkan.
Post strukturalism ;
-
Dalam hal ini untuk membedakan strukturalism dan
poststrukturalism sangatlah sulit, karena keduanya hampir sama,
Dan untuk memisahkannya dilihat dari aspek bahasa arsitektural yang ditimbulkan
dalam desain yang ada, poststrukturalisme lebih mengarah pada pemaknaan dari
karya desain arsitekturalnya.
Menurut
kelompok kami terhadap konteks teori bahasa :
Bahasa
dalam arsitektur mempunyai suatu keterkaitan dengan penanda dan pertanda, hal
inilah yang kemudian disampaikan oleh perancang untuk memberikan suatu makna
terhadap bangunan. Dalam konteks derrida dibahas bahwa
tidak ada suatu konteks yang jelas untuk memisahkan antara petanda dengan penanda.
Dalam bahasa arsitektural suatu tanda akan membawa
kita ketanda seterusnya tanpa suatu batasan yang jelas. Perlu
diketahui dalam hal ini tanda sangat tidak indentik dengan makna, kalau makna
dapat berubah menurut ruang lingkup dari tanda yang mengikutinya. Pada dasarnya bahasa arsitektural tidak stabil seperti yang telah
dijelaskan oleh kaum strukturalisme, jadi elemen bahasa tidak bisa
didefinisikan dengan jelas bila tanpa menelusuri tanda yang saling terkait.
Poststrukturalisme adalah suatu reaksi yang ditimbulkan oleh strukturalime,
poststrukturalisme memiliki kaitan erat dengan konstruksi massa, bidang, material yang
membentuk suatu elemen struktural yang tidak terikat dengan standart teori yang
ada, tetapi merupakan suatu pengembangan dari teori tersebut.
Contoh
dari teori bahasa ialah:
1. Parochial Complex
Vienna,
Austria, 1981
Architect : Werner Appelt.
Bangunan ini merupakan bangunan ketiga dari Katholik centre
yang ada di Vienna. Pada bangunan ini kita dapat melihat bangunan ini memang dengan
sengaja didesain dari awal dengan konsep klasik dimana tujuan arsitek yang
berusaha menciptakan kesan formal dan religius. Dimana
hal tersebut dapat dicapai dengan pengolahan ruang dan tampilan bangunan yang
bergaya klasik dan kuno. Dari tampilan depan bangunan yang menggunakan
efek dan pengolahan lengkung dalam desain tampilan depan bangunan memperjelas
unsur postmodern dalam bangunan ditambah pengolahan masa yang tampak kokoh
dengan beton–beton tebal, dimana bukaan hanya mengandalkan jendela yang penempatannya
disusun sedemikian rupa sehingga memberikan penerangan yang baik dan cukup
terhadap ruangan. Pada bagian interior dari bangunan kita
dapat melihat kesan ruang yang tinggi dan besar yang berusaha mencapai kesan
monumental yang memang sangat cocok ditimbulkan oleh bangunan – bangunan yang
digunakan untuk acara – acara religius.
Dari berbagai segi bangunan ini mempunyai suatu
pertanda tersendiri, muali dari tampak luar yang terkesan formil dan religius
yang dapat dirasakan dan dibaca dengan pola pemikiran kita. Lalu setelah
kita memasuki ruangan akan terkesan berbeda dengan
pola pafon yang lengkung dan tinggi akan memberikan suatu kesan akan kebesaran
yang kuasa. Bila dibahas lebih dalam lagi konteks bahasa arsitektur akan semakin banyak dan tidak mempunyai batasan yang begitu
jelas.
2. Spirit and soul unfold in
a Spanish chapel
Kemungkinan besar perancang ingin menghadirkan suatu kestabilan
yang dinamis melalui bentuk yang dihadirkan. Maksud
dari kestabilan yang dinamis disini ialah perancang ingin menggugah psikologis
dari manusianya. Pada bangunan kapel dibuat miring pada sisi-sisinya,
dimaksudkan agar pemakai terguncang dan sadar akan
dirinya yang tidak berdaya, dan mengakui akan kebesaran penciptanya. Jadi
bahasa dalam arsitektur tidak selalu didasarkan akan
ornamentasi pada bangunan, tetapi juga dari bentukan yang ditimbulkan yang
dapat merangsang pola pemikiran kata dalam merasakan suatu esensi dari ruang
yang ditimbulkan.
Dekonstruksi
Dekonstruksi menganalisis poin dan
konsep yang sebenarnya dapat dimengerti diri kita sendiri secara alami,dengan tujuan memasukkan unsur filosofi dalam menghadirkan
bentukan baru yang bertolak belakang satu sama lain.
Dekonstruksi merupakan bentuk kritik
postmodern terhadap arsitektur modern yang ingin mengakhiri dominasi
arsitektur modern,ingin melepaskan diri dari form follow function
Artinya disini bahwa Dekonstruksi adalah
merupakan suatu gerakan
yang ingin melepaskan diri dari ketergantungan pada arsitektur modern, melepaskan diri dari
kungkungan doktrin form follow function, menitikberatkan bentukan daripada fungsi,
mengubah slogan menjadi function follow form atau ada juga
yang menggantinya dengan form
follow fun, bentukan bisa semaunya berdasarkan konsep sang
arsitek,fungsi ruang mengikuti belakangan tanpa mengurangi nilai fungsi dan
estetis. Dalam mencapai bentukan yang diiginkan terkadang menghadirkan dua hal
yang saling bersebrangan dan berlawanan, antara ada dan tidak ada, ide
kebanyakan berangkat dari elemen –elemen ruang yang telah dipisah –pisah dan
diuraikan menjadi bagian – bagian yang kemudian dikomposisi ulang
Teori Dekonstruksi
Menurut Nietzche dan Derrida, Dekonstruksi adalah terdiri dari komponen
de dan dis yang
bila diartikan
“Dekonstruksi itu tidak tersentral, tidak terkomposisi dan memisah
struktur ke dalam bagian menolak kepalsuan, mencemooh, mengutuk, mencela semua
nilai dan tujuan yang dicapai oleh pemikiran tunggal dan menunjukkan sejauh
mana keterkaitannya. Merendahkan sistem unity, menon-manusiawikan
kemanusiaan, menon-sakralkan agama, menurunkan monarkhi, menon-sentralkan kota, menghancurkan dan menurunkan
kualitas atau hanya dengan memindahkan saja.
Akhirnya untuk mereka yang menginginkan keharmonisan sosial dan
setidaknya gedung berdiri saja harus ada pengrusakan, pembongkaran dan
penghancuran.
Asas
Dekonstruksi harus humor, ironis, skeptical, penuh dengan peran atau tidak
tersikap, kesalahpahaman terhadap agendanya sendiri dan pengkhianatan terhadap
ketidakjujuran”.
Teori oleh derrida dan Nietzche sangat cocok dan tepat sekali dalam
menjelaskan definisi dari dekonstruksi untuk lebih jelasnya akan diambilkan sebuah contoh
bangunan di Budapest milik Laslo
Rajk
Aplikasi Bentukan
Bangunan ini
memakai teknik montage
yang mengambil elemen arsitektural dari bangunan dilingkungan
sekitarnya, struktur dasarnya dengan merakit semua elemen – elemen façade
tersebut.Tampaknya yang kelihatan kacau hasil karakteristik individual terlihat
statis, dekoratif namun tetap dinamis. Detail façade berubah secara konstan ketika
ditemukan elemen - elemen baru oleh para penyewa stan didalamnya
Leher ter ini merupakan salah satu contoh obyek yang hampir mendekati
dengan asas dekonstruksi, cocok dengan dan swesuai baik dengan sub paradigma
dekonstruksi maupun klop dengan teori
milik Derrida dan Nietzsche
PARADIGMA 4 : MARXISME
Aliran kelompok
Marxisme lebih menitikberatkan perubahan besar-besaran dalam bidang arsitektur
yang dapat memenuhi kebutuhan sosial, perubahan berupa bentuk kerjasama grup
berkala seperti revolusi mahasiswa yang diharapkan membawa perubahan besar. Institusi memegang
peranan penting dalam melakukan kontrol dan fungsi sosial.
Teori Marxism
Menurut Marshall Berman, dalam bukunya “All that is solid melts
into air”
Subtitle
Experience of Modernity
“Revolusi dari produksi yang konstan, gangguan yang
tidak terinterupsi dari semua hubungan sosial ketidakpastian abadi dan yang
mendorong, membedakan jaman borjuis dengan jaman sebelumnya. Semua kepastian, hubungan kaku yang cepat, dengan kereta penuh
ide-ide dan pendapat mulia, semua bentukan baru menjadi kuno sebelum mereka
menjadi hancur. Semua terkikis, semua melebur di
udara. Semua hal yang suci menjadi tidak senonoh dan
manusia ditantang menghadapi kondisi sebenarnya dengan akalnya”.
Teori
berhubungan dengan paradigma Marxisme, karena adanya hal yang
menceritakan tentang revolusi besar-besaran secara konstan yang menghendaki
terjadinya bentukan baru dalam lingkungan sosial, manusia seperti ditantang
untuk bepikir dalam menghadapi realita
Aplikasi Bentukan
Samitaur Building oleh Eric Owen Moss merupakan salah
satu contoh yang diambil untuk membuktikan teori dari Marshall Berman.
Beberapa poin penting dari Marxism secara garis besar yaitu adanya perubahan
besar di bidang sosial yang berhubungan dengan gaya arsitektur borjuis, kemudian
hasil karya merupakan bentuk kerjasama kelompok, menyatukan philosophy sejarah
psychology dan politik ke dalam suatu aliran.
Pada Samitaur Building ini terlihat adanya beberapa faktor di atas yaitu hasil karya ini
merupakan bentuk kerjasama kelompok terdiri dari grup arsitek, lebih dari satu
arsitek (Smith dan Moss) menggabungkan dua pola pikir yang membawa ke perubahan
besar.
Gaya bangunannya yang masif seolah mengambil bentukan arsitektur klasik
yang kemudian dimodifikasi, cenderung dominan di lingkungannya dan mempengaruhi
bentukan bangunan tetangga. Hal ini dianggap merupakan perubahan di
bidang sosial yang berhubungan dengan gaya
borjuis.
Yang paling penting adanya penyatuan philosophy,
sejarah, pstychology dan politik ke dalam suatu aliran.
Philosophy menggunakan apa yang disebutnya
sebagai Gnostic architecture yaitu rumit, individual dan open ended.
Sejarah terlihat dari bentuknya yang masif diberi
lubang kecil di sana-sini dan permainan bayangan yang diciptakan dari
bentukannya, tanpa permainan material.
Politik yang diterapkan adalah memaksimalkan
pemanfaatan site yang kecil, sehingga bangunan diangkat dan menghubungkan 3
buah gudang, secara tidak langsung menyatukan geografi dan membentuk topografi
yang unik.
Bila dikaitkan dengan teori Berman yang menyatakan
semua hal suci menjadi tidak senonoh dan melebur menjadi satu di udara, membuat
manusia ditantang untuk mencari akal menghadapi realita. Kiranya Samitaur Building
bisa dikategorikan dalam ke paradigma Marxism dan sesuai atau cocok dengan
teori Berman yang diambil dari Communist Manifesto, Karl Marx.
PARADIGMA 5 : FEMINISME
Sistem arsitektur didefinisikan
dari apa yang ikut serta dan
yang tidak diikutsertakan, menekankan pada psychoanalisis yang
memiliki arti ruang sebagai penekanan pada interior didefinisikan oleh wanita
dan tubuhnya serta sistem yang terkandung dalam penekanan tersebut.
Aliran feminisme lahir karena
didasari rasa ingin mendapatkan persamaan kedudukan dengan kaum pria dalam
aspek social politik, hukum, pendidikan dimana wanita diharapkan lebih
berperan dalam arsitektur (include) daripada hanya dieksploitasi keindahan
tubuhnya, dijadikan patokan dalam represi makna rung interior (exclude).
Dalam arsitektur postmodern kebanyakan pria lebih memegang peranan penting
dalam perubahan dunia arsitektur, melihat hal ini para arsitek – arsitek wanita
menuntut persamaan
kedudukan melalaui gerakan
feminisme. Mereka menyadari bahwa selama ini tubuh dan kemolekan mereka dijadikan
objek dalam arsitektur (diikutsertakan ) terutama dalam penataan interior
ruang tanpa adanya kesempatan ikut serta sendiri dalam berarsitektur.Selain
itu juga memperjuangkan persamaan kedudukan dalam hal upah kerja,persamaan
hukum dan pendidikan
Teori Feminisme
Menurut Dolores Hayden dalam “What
Would a Non Sexist City Be Like ?”
“Saya
mempercayai titik serang feminist yang menunjukkan adanya pembagian ruang
publik dengan ruang privat”
Para
feminist menuntut adanya pembagian ruang dalam arsitektur yang memperhatikan
kebutuhan ruang seorang wanita, seperti adanya dapur khusus dan taman pribadi. Mereka menginginkan
pembagian ruang yang jelas antara ruang privat dan publik dengan tambahan ruang
yang lebih baik. Kaitannya dengan paradigma, adalah dari teori ini kita dapat melihat adanya
jalan pemikiran yang sama antara Hayden dengan feminist yang lain yang menolak
adanya pengeksploitasian tubuh wanita sebagai acuan estetis interior , sehingga
mereka menuntut lebih ke pembagian ruang yang jelas
Aplikasi Bentukan
Salah satu contoh arsitek
wanita yang sejalan dengan pemikiran ini mungkin adalah Zaha Hadid dengan bangunannya Science Centre Wolfsburg di Jerman. Bangunan ini merupakan
galery dimana bentukan bangunan geometri penuh sudut saling berpotongan dan
kadang hanya berupa bidang yang membentuk rongga .
Dibuat berdasar sistem visual axis,berkesan masif
tapi ringan dengan konsep ruang yang menciptakan hubungan organis antara public
square dengan gallery dan foyer
Dilihat dari konsep ruang terlihat
adanya pembagian ,namun kurang begitu jelas mana yang
publik dan yang privat .Bila dikaitkan antara teori Dolores dengan bangunan
Zaha terlihat adanya hubungan walaupun tidak langsung,tapi ada kecocokan antara
keduanya sama-sama membatasi area publik dan privat dengan caranya sendiri.
Dikaitkan dengan paradigma feminism yaitu adanya penataan interior
yang yang terdiri dari bidang yang
menampilkan kesederhanaan sekaligus kerumitan
yang tingi tanpa pemakaian tubuh wanita sebagai acuan estetis interior
Contoh ini dapat
masuk dalam teori
Hayden walaupun lemah , dan cocok dengan paradigma feminism
Tema
arsitektural postmodern
Pada postmodern teori titik
beratnya ada pada pelestarian aset – aset perkotaan yang menjadi artifak budaya , dimana seni memainkan peranan penting dalam teori
arsitektur postmodern daripada teknologi
.Segi positif dari arsitektur
modern adalah didasarkan pada prinsip kenikmatan salah satu contohnya adalah
kualitas ruang yang terbentuk mesti nyaman,standard
dan sebagainya
Salah satu hal yang menantang dalam
arsitektur postmodern adalah
adanya pengulangan secara original, meminjam hasil karya orang
lain untuk ditampilkan kembali pada
kebanyakan karya arsitektur modern seperti menghasilkan karya maskulin untuk
artis yang feminim,salah satu cara menarik perhatian penikmat seni
Kebanyakan hasil arsitektur modern sudah terstandard
,harus umum ,kalau tidak berarti salah.Padahal arsitektur adalah
campuran seni , sejarah dan teknologi yang sifatnya subyektif.Karena selalu
dicekoki yang umum ,maka ketika mengenal aliran baru yang sama sekali lain
kemudian merasa aneh kemudian dikatakan tidak serius,tidak terstruktur dsb
TEMA 1 : SEJARAH DAN KESEJARAHAN
Postmodern
memposisikan dirinya sebagai arsitektur yang merekomendasikan nilai sejarah,
lain halnya dengan arsitektur modern yang menolak sejarah.
Alan Colquhoun menyatakan dalam buku “Three Kinds of
Historiscism” pada arsitektur garda depan,dimana terbentuk bentukan baru yang berkelanjutan dibawah gerak sosial,
perkembangan teknologi dan representasi simbol .
Modernitas disini ingin memutuskan tali ikatan masa
lalu, dengan penemuan baru yang berkesinambungan dan tidak terikat sejarah.
Kesejarahan memiliki arti yang masih berkaitan dengan postmodern dan
berhubungan dengan kemauan untuk
perhatian terhadap tradisi masa lalu , merupakan praktek artistik menggunakan
bentukan- bentukan sejarah masa lalu para postmodernist menggunakan elemen
–elemen masa lampau untuk ditempelkan
merekonstruksi elemen otentik untuk ditempelkan pada bangunan mereka,
mereka merasa bahwa setiap elemen memiliki arti sendiri- sendiri yang sangat
superior
Salah satu kejadian penting dalam sejarah arsitektur saat ini ,adalah
pengelompokkan hasil karya arsitek- arsitek kedalam aliran modern, padahal
arsitektur modern tidak singular tetapi terdapat kecenderungan terdapatnya
perbedaan
Teori Sejarah dan Kesejarahan
Robert Venturi berpendapat sehubungan dengan adanya keburukan dan kebiasaan sebagai simbol
dan gaya arsitektur (style)
“Secara
artistik, kegunaan dari elemen konvensional dalam arsitektur lazimnya merupakan
bentukan familiar dari sistem konstruksi yang ada
,membangkitkan pikiran dari masa lalu.Beberapa elemen mungkin dipilih
secara hati-hati ataupun diadaptasi dari perbendaharaan yang sudah ada dan
terstandarisasi daripada secara unik diciptakan melalui data original dan
intuisi artistic”
Kaitan antara teori ini dengan ragam
tema sejarah jelas sekali terliht saling mempengaruhi, dimana tema sejarah
dalam arsitektur modern memperhatikan unsur sejarah masa lalu,
pengaplikasiannya pada pengadopsian elemen-elemen original masa lalu yang
dikombinasi hal ini mirip dengan apa yang dikemukakan oleh Venturi yang
menyoroti penggunaan elemen yang diadopsi secara standard.Penggunaan elemen
masa lalu tidak hanya terbatas pada aliran Greko-Roman saja seperti kolom ionic,doric,pedimen
gaya Yunani dsb tapi perlu juga mengingat kesejarahan dibalik pengadopsian elemen tersebut, ada nilai tersendiri yang
berkaitan dengan sejarah. Kalau diperhatikan secara seksama antara tema sejarah
dengan tema makna ada batas tipis yang membedakan, dimana bisa saja London
Bridge Tower
dimasukkan kedalam
tema makna dan tema sejarah
Aplikasi Bentukan
Sebagai contoh adalah karya Renzo Piano, London
Bridge Tower
Bagian puncak menara dari tower
seperti tiang kapal yang tinggi , mengikuti konsep dimana arsitektur harus menggunakan memory menjadi bagian dari bangunan. Itu sebabnya
Renzo mengadopsi bentukan kapal Layar Thames yang legendaris(yang
mengarungi lautan dekat London
Bridge). Untuk
puncak menara dari tower juga mengambil bentukan puncak menara sebuah gereja.
Disini terlihat adanya kecocokan antara
objek dan tema, seperti yang dinyatakan oleh Culquhuon dalam “Three Kinds of
Historicism” yaitu terbentuknya bentukan baru yang yang berkelanjutan dibawah
gerak sosial , perkembangan teknologi
dan representasi simbol.
Obyek postmodern memperhatikan tradisi masa lalu.
Hal ini seperti yang dihadirkan oleh Renzo mengadopsi bentukan kapal layar Thames
yang memiliki nilai kesejarahan tersendiri ,begitu
pula dengan puncak gereja. Bila hal ini ditilik dari
pengadopsian bentukan terasa klop dengan teori milik Robert Venturi yang
menekankan adanya pencomotan elemen original. Bangunan Renzo ini kiranya
kemungkinan dapat mempresentasikan teori milik Venturi dan dapat dikategorikan
kedalm kelompok tema sejarah dan kesejarahan
Sikap postmodern dalam hubungannya dengan
pembaruan
Salah satu hal yang paling membuat bingung adalah istilah yang sering
kali dipakai untuk mendeskripsikan kondisi modern .Beberapa usaha yang
dilakukan berkaitan dengan pendeskripsian kondisi modern menghindari perbedaan
persepsi dibedakan menjadi anti modern dan promodern
Teori yang melandasi anti modern
Mencari perubahan radikal dengan
melakukan pembaruan , menawarkan alternatif baik orientasi kedepan ataupun mundur kebelakang
(kebangkitan tradisional).Posisi postmodern melindungi sejarah dan dalam
arsitekturnya nilai-nilai estetis klasik
seperti tiruan dan ornamen kembali diperjuangkan.
Teori anti modern ini lebih condong memunculkan aliran baru yang memusuhi modern ingin
memunculkan kembali ornamen masa lampau yang dihindari oleh modern
Teori yang melandasi Promodern
Merupakan kebalikan dari postmodern yang ingin
lebih meluaskan modern dan melengkapi budaya tradisi modern dan kemudian mentransformasikannya
Modernisme sebagai program kritik
diri yang menjanjikan memelihara kualitas tinggi dari seni masa lalu pada masa
sekarang ini dan
juga untuk memastikan kelanjutan dari estetis sebagai suatu nilai.
Terjadinya kekecewaan terhadap modern yang diakibatkan beberapa hal yaitu
kurang efektif dalam memecahkan permasalahan sosial ,kurang identifikasi
sosial, kurangnya ketaatan dan kurangnya kecintaan terhadap diri sendiri
TEMA 2 : MAKNA
Tujuan dari arsitektur adalah
menghasilkan wacana tektonis yang menandai sebagai tempat bernaung sekaligus
pada saat yang sama mewakili suatu makna atau sebuah
cerita
Sebuah lukisan modern
berhenti menghadirkan image yang dapat dikenali dalam kehidupan. Jadi mengapa arsitektur harus dibatasi untuk menghadirkan suatu
yang eksternal dari diri arsitektur sendiri? Pemikiran ini menggaris
bawahi posisi otonomi yang memandang fungsi sebagai eksternal dalam
arsitektur.Postmodern menempatkan nilai lebih tinggi pada bentukan daripada
fungsi dengan sengaja dan menolak dictum form
follow function
Teori dari makna
“ Saya
memandang makna sebagai suatu ide yang fundamental dalam arsitektur dan ide
dari segala bentuk di lingkungan atau tanda dalam bahasa , yang membantu
menjelaskan mengapa bentuk bisa mendadak menyeruak hidup dan terkadang terkesan
hancur berkeping. Selama ada dalam masyarakat maka setiap kegunaan akan diubah
dengan sendirinya menjadi sebuah tanda contoh sederhana seperti sebuah jas
hujan yang melindungi kita dari hujan, tidak dapat dilepaskan dari tanda yang
mengindikasikan situasi di atmosfer, jas hujan identik dengan tanda akan turun
hujan.jas hujan akan dipisahkan dari maknanya jika guna sosialnya menurun atau
masyarakat secara expisit menyangkal
maknanya lebih lanjut”
Teori ini dikemukakan oleh Charles Jencks yang merupakan penjelasan
mengenai pentingnya makna dari sebuah bangunan akan dapat memberikan jiwa,
menghidupkan existensi dari bangunan itu
sendiri.Teori ini berkaitan dengan tema
makna yang memandang tujuan dari arsitektur bukan hanya menciptakan tempat
hunian untuk bernaung namun jug sebuah karya yang sarat makna bahkan didasari
konsep yang mampu menceritakan asal-usul terjadinya bentukan
Aplikasi Bentukan :
Seperti yang dihadirkan oleh Kisho
Kurokawa dalam Pasific Tower, tersirat
dari bentukan mampu bercerita banyak,
mulai dari bentuk tower yang menyerupai separuh bulan ,terinspirasi dari Chu
Mon yaitu gerbang simbolik dari pintu
masuk ruang minum teh di Jepang ini menunjukan adanya distorsi geometri oleh
non-geometri(bentukbalok yang kemudian dipotong cembung)
Penggunaan dua material yang
melambangkan dua budaya yaitu budaya Eropa yang diwakili oleh beton agregate
putih berupa curving wall, sedangkan pada bagian plaza terdapat curtain wall
dari kaca flat yang menciptakan efek transparan,mengingatkan kita pada bahan
penutup pintu di Jepang. Gedung ini memang mengekspresikan
simbiosis antara Timur dan Barat.
Dari konsepnya dapat
terlihat Kisho memulai desainnya berawal dari konsep bentukan, lebih
mengutamakan bentuk daripada fungsi menggabungkan unsur barat dan timur
dengan penggunaan dua material termasuk ke dalam kategori memodifikasi struktur. Beliau
juga mencoba menghadirkan bentukan gabungan yang memiliki makna tersendiri yang
tersirat, memberikan jiwa pada bangunan seperti yang diungkapkan oleh Jencks.
Berdasaran uraian diatas bangunan ini cocok dengan teori Jencks karena memiliki
“nyawa” sendiri yang mampu bercerita dan dapat dikategorikan kedalam bangunan
yang memiliki tema makna karena berangkat dari bentukan
Contoh kedua dari tema makna
yaitu Rumah sakit anak-anak penderita “Neuromuscular disorder”(epilepsi)
yang dibuat dengan ide dasar “Bahtera Nuh” (Noah’s Ark) yang menceritakan
bagaimana Nuh membawa dan merawat bermacam-macam binatang dalam bahteranya
melalui badai dan banjir besar. Dan interpretasi pada kenyataannya yaitu
sebagai tempat penampungan dan perawatan anak-anak dari berbagai usia, latar belakang, dan jenis penyakit yang cukup beragam.
Representasi dan Kesejarahan Postmodern
Postmodern mereperesentasikan makna dari suatu tema. Para seniman postmodern
memperkenalkan kembali sisi manusia pada karya-karya mereka yang mengakhiri era
abstraksi yang dimulai dari Cubisme, construktivisme dan suprematisme. Intinya manusia lebih diutamakan dalam karya-karya postmodern yaitu
dari segi jiwa (lifestyle) melebihi fungsi bangunan secara umum.
Penilaian akan karya arsitektur akan berbeda-beda dari
setiap pribadi manusia namun nilai lebihnya yaitu manusia akan merasa lebih
dihargai secara emosi dan keinginan untuk mengekspresikan dirinya semaksimal
mungkin. Karakteristik lain dalam karya postmodern yaitu merepresentasikan masa
lalu untuk keperluan masa kini yang juga disesuaikan dengan kultur
setempat. Pada dasarnya segala pembenaran dalam aliran postmodern berdasar pada
ekologi, urbanisme dan kultur.
Sebagai
contoh bangunan “Portland Building” oleh Michael Graves. Graves memang
berminat pada arsitektur figuratif yang artinya arsitektur yang berasosiasi
dengan alam dan tradisi klasik. Dengan memanfaatkan fragmen-fragmen
berkesan sejarah, maka akan muncul makna tradisional
dan gambaran yang khas pada bangunan. Patung dan elemen-elemen masif lain memberikan kesan bangunan kembali ke masa kejayaan
Yunani dan Romawi walaupun sebenarnya sudah berbeda sekali namun elemen-elemen
ini masih memberikan gambaran yang kuat sifat tradisionalnya.
Portland
Building
TEMA 3 : TEMPAT
Fungsionalisme pada kenyataannya mematikan sisi manusia dari suatu
karya arsitektur, menjadikannya suatu lingkungan skematis dan tidak berkarakter
yang sangat miskin kemungkinan untuk penempatan sisi manusiawi.
Manusia, Arsitektur dan Alam
Hubungan antara manusia dan alam merupakan suatu fenomena
permasalahan yang sudah lama dicari penyelesaian terbaiknya. Alam
(nature) dalam hubungannya dengan kultur telah menjadi
patokan tema yang stabil dari masa ke masa. Secara umum
pergumulan manusia terhadap keadaan alam yang berbeda-beda karakternya pada
setiap tempat yang berbeda menjadikan ide dasar dari suatu tema. Arsitektur dalam hubungannya dengan alam harus dapat menjadi tempat
bernaung yang aman bagi manusia dari faktor-faktor alam yang terjadi di suatu
tempat. Dari sini munculah teknologi yang dibuat
manusia untuk beradaptasi salah satunya dalam berarsitektur.
Arsitektur modern lebih mengutamakan
analogi mesin daripada analogi secara organik. Dengan kata lain
arsitektur modern mengesampingkan perasaan manusia secara organik dan
mengutamakan apa yang dapat dibuat dengan mesin
sehingga menjadi standar dan sederhana. Sebagian besar
karya-karya arsitektur modern “gagal” untuk menyatu dengan alam dan lingkungan.
Contoh sederhana dari satu karya arsitektur yang mengutamakan
analogi secara organik untuk dapat menyatu dengan lingkungan yaitu bangunan
“Timber Workshop” di bawah ini. Untuk sebuah bangunan gudang tempat
penyimpanan dan pemotongan kayu yang berlokasi di tengah hutan sebenarnya dapat saja
dibuat sederhana dengan dasar pemikiran pemanfaatan ruang yang maksimal dan
fungsional. Namun gambaran yang terjadi dengan lingkungan akan
saling bertolak belakang. Karena itu bangunan sedapat mungkin
dibuat menjadi seperti suatu unsur organik yang terkesan tidak masif dan dapat
bergerak. Struktur atap dan dinding yang menyatu dan
dengan lengkungan-lengkungan di seluruh bagian membuat bangunan ini tampak
seperti suatu organisme hidup.
Tempat dan Genius Loci
Menurut
Albert Einstein, tempat tidak lain hanyalah bagian dari permukaan bumi yang
dapat dideskripsikan dengan sebuah nama dan terdiri dari satu atau lebih material yang
tersusun di dalamnya. Sejarahwan arsitektur Peter Collins mengembangkan
pernyataan tersebut dengan mengatakan bahwa itulah arti ruang (space) yang
tepat dalam arsitektur yang mungkin juga berarti “place” (plaza, piazza) adalah
karya seni terbesar yang mampu digarap oleh arsitek.
Teori penempatan bermula dari fenomena geografis dari suatu daerah
/ tempat tertentu dengan karakter dan jiwa yang unik dari tempat tersebut.
Merupakan kewajiban arsitek untuk menempatkan karyanya dengan baik pada kondisi
tertentu dari suatu tempat dimana karyannya akan
dibangun. Struktur yang terjadi dari teori penempatan yang
baik juga merupakan realisasi dari pikiran yang mengacu pada keadaan setempat
yang kemudian dimodifikasi sehingga menjadi serasi dan sesuai untuk kebutuhan
manusia di tempat tersebut. Halangan dan hambatan /
tantangan adalah elemen yang mendasar dari tempat. Kedua hal ini akan mengarahkan segala pikiran ke suatu ide menjadi
bermakna, berangkat dari pemikiran untuk mengakali penempatan, dengan kata lain
mencari Genius Loci dari tempat tersebut.
Konfrontasi dan Penempatan
Dalam membangun sebuah karya arsitektur perlu dipertimbangkan
kondisi topografi dari suatu tempat. Hal ini juga
menjadi masalah serius yang dapat menimbulkan konfrontasi serta mempengaruhi
tema dan bentukan yang terjadi.
Menurut Heidegger dalam hal ini dikenal istilah “nature and nurture”
arsitektur yang baik juga merawat lingkungan tempat dimana ia
didirikan. Menurut Tadao Ando begitu pula di lingkungan perkotaan dengan
kepadatan dan kultur tertentu, sebuah karya arsitektur
harus dapat mewakili dan merepresentasikannya dengan baik.Sedapat mungkin
menghindari konfrontasi akibat salah penempatan. Namun dengan
adanya konfrontasi dapat dilakukan perbaikan dan penyesuaian yang terbaik.
Tempat dan Regionalisasi
Menurut Frampton regionalisme kritis mencari kemungkinan dari
penempatan dalam makna yang lebih besar dari sebuah karya arsitektur.
Diperlukan adanya pengenalan akan regional, bangunan
lokal dan sensitivitasnya terhadap cahaya, angin dan kondisi temperatur yang
semuanya mengatur respon dari arsitektur yang memberi respon positif pada site.
Dengan demikian disain yang terjadi akan menjadi
sangat estetis dan ekologis dan juga menolak kapitalisme dari gerakan
modernisme.
TEMA 4 : TEORI PERKOTAAN
Seringkali arsitek fokus pada bangunan sebagai suatu objek tunggal
dan bukan objek yang berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut teori perkotaan, setiap bangunan dengan fungsi tertentu
telah diatur sedemikian rupa untuk berdiri sesuai dengan konteksnya.
Kontekstualisme
Karena itulah
ada muncul teori kontekstual yang mengatur tatanan perkotaan secara umum.
Ide-ide mengenai tatanan perkotaan sudah muncul sejak awal
peradaban manusia. Contoh paling dapat dilihat yaitu kota-kota
Romawi yang membagi-bagi secara umum
menjadi kompleks-kompleks bangunan seperti bangunan pemerintahan, bangunan
spiritual, bangunan tempat hiburan dan pertemuan rakyat dan pemerintah
(kaisar), daerah pemukiman rakyat, tempat pembuangan sampah dan lain-lain. Semuanya diatur dalam suatu konteks tertentu yang mengacu pada
suatu tatanan perkotaan yang dapat menjadi tema dari arsitektur.
Teori Pembacaan dan Pengartian
Sebuah kota berisi elemen-elemen yang kuat
dan yang lemah dimana satu sama lain saling mempengaruhi dan membentuk suatu
arti dan makna tertentu. Makna ini dapat berubah menjadi
suatu sistem yang kemudian dapat dibaca dan dibedakan antara yang menandai dan
yang ditandai dari suatu daerah. Adanya yang dominan dan sub dominan
menjadikan suatu kota
memiliki makna yang berbeda dipandang dari sudut pandang yang berbeda pula.
Gambaran dari Kota
Gambaran suatu kota
dapat terproyeksi dari sejarah kota
tersebut. Misalnya dengan adanya bangunan-bangunan bersejarah yang kemudian
adanya bangunan-bangunan baru disekitarnya yang disesuaikan dengan bangunan
lama namun tidak menengelamkan bangunan lama namun sebaliknya justru membuat
eksistensi bangunan lama menjadi semakin kuat dan berpengaruh serta memberi
kesan tersendiri pada lingkungan tempat ia berdiri.
Dengan memanfaatkan secara efektif akan jalur/jalan
(path), sudut/ujung (edge), node (titik temu), daerah/area (district) dan
penanda (landmark) pada suatu kota,
maka akan terbentuk makna yang kemudian menjadi gambaran (image) dari kota
tersebut.
Satu contoh implementasi teori ini dalam suatu karya arsitektur
adalah Parc de la Villette, Paris oleh Bernard Tschumi. Kompetisi Parc de la Villette
diadakan oleh pemerintah Perancis tahun 1982 secara obyektif, kompetisi
tersebut adalah :
1.
Untuk menandakan visi dari suatu masa/era
2.
Sebagai aksi terhadap ekonomi masa depan dan
perkembangan budaya dari suatu “key are” di Paris
Parc de la Vilette adalah pusat dari
berbagai polemik. Pada permulaan kompetisi terjadi
polemik antara para disainer lansekap dan para arsitek. Sampai terjadi pergantian pemerintahan dan bermacam krisis
perbelanjaan negara.
Parc de la Villette berlokasi di suatu
tapak terbesar dan yang terakhir, yang tersisa di Paris. Terletak di
sebelah Timur Laut kota, antara the Metro Stations Porte de Pantin dan Porte de
la Villette seluas 70 ha. Parc de la Villette kelihatan
sebagai percampuran bermacam-macam dasar pragmatis, disamping adanya “the Park,
a large museum of science & industry, a city of music, a grand hall for
exhibitions and a rock concert hall”. Oleh sebab itu,
“the park” bukan merupakan replika lansekap yang sederhana. Sebaliknya
merupakan “urban park for 21st century” yang mengembangkan suatu program yang kompleks
dari kultur dan fasilitas hiburan, yang terdiri “open air theatre, restaurant,
art galleries, music & painting workshop, playgrounds, video computer displays”,
sebaik “obligatory garden” yang lebih menekankan pada hasil ciptaan kultural
daripada hanya berupa rekreasi alami. Tschumi berhasil
menampilkan “a large metropolitan venture”, yang diperoleh dari “isjunction
& diassociations” dari waktu kini. Ini dicobanya untuk mempromosikan
suatu strategi urban yang baru dengan keterkaitan konsep :
seperti “superimposition” architectural “combination”&”cinematic” lansekap.
Tchumi menggambarkan ini sebagai “the largest discontinious
building in the world”.
Urbanisme Eropa : Neorasionalisme
dan Tipologi
Kota-kota di Eropa merupakan gudang dari banyak kenangan sejarah.
Dan kota
merupakan hasil karya manusia dari masa ke masa. Hal ini sangatlah berarti dan
harus diteruskan dan jangan dibinasakan dengan dominasi dari modernisme yang
ingin membangun modern city yang membinasakan keberadaan unsur-unsur sejarah
dan memori dari suatu kota.
Simbolisasi dari suatu kota
sangatlah penting dalam upaya memfokuskan kembali perhatian pada ide membuat
arsitektur dalam konteks perkotaan. Arsitektur adalah kekontrasan yang muncul
dari suatu kota
yaitu antara yang partikular dan universal, antara yang individual dan
kolektif. Tipologi merupakan alat analisis dan sebagai basis rasional untuk
proses disain dari suatu transformasi.
Belajar dari para ahli bahasa
Perlukah fungsi simbolis dengan fungsi literatur dalam
berarsitektur? Jika perlu apakah akan dibuat
tanda pada bangunan secara khusus atau merupakan bangunan itu sendiri? Akankah
arsitektur menyesuaikan bahasanya masing-masing menjadi satu bahasa atau tetap
dengan bahasanya dan saling menterjemahkannya kepada yang lain
sehingga tercapai suatu kecocokan dalam suatu area atau lingkungan tertentu.
Pada dasarnya pikiran manusia memiliki bahasanya masing-masing dan agar orang lain dapat mengerti maka perlu adanya penterjemahan.
Kota-kota pinggiran: Pola Sejaman dari Pembangunan
Kota-kota
pinggiran muncul akibat adanya pemeliharaan keberadaan kota lama yang menjadi pusat dari
kegiatan. Hal itu merupakan suatu contoh yang umum dan dapat
dijumpai dimana-mana. Bahkan setiap kota besar
yang terus berkembang selalu mengarah pada pola sentralisasi terutama kota-kota
yang memiliki nilai sejarah pada daerah-daerah tertentu. Jika daerah tersebut
dipertahankan maka akan muncul kota-kota pinggiran
yang membutuhkan suatu space khusus namun tetap menjadi bagian dari kota inti.
TEMA 5 : POLITIK DAN AGENDA ETIKA
Berbicara mengenai politik dan etika, maka arsitektur
pun juga tak luput pula memberikan arti dan peran penting dalam dunia politik
dan etika. Sehingga bila kita kaitkan dengan politik,
arsitektur ini tampil dengan wajah yang tidak jauh berbeda dengan kehidupan
sosial dan memberikan pedoman dalam kehidupan sosial, bahkan arsitektur bisa
bersikap kritis dan berperan aktif dalam mendukung status quo suatu daerah.
Sehingga boleh dikata wajah arsitektur yang tampil bisa
merupkan intervensi dari kebijakan politik. Oleh
karena berkaitan dengan penjelasan di atas, dapat kami artikan bahwa arsitektur
tidaklah murni sebagai seni atau boleh dikata arsitektur merupakan seni terapan.
Sedangkan dalam kaitannya dengan etika, arsitektur yang didirikan itu
haruslah benar-benar mempertimbangkan kondisi budaya setempat, peduli dan ramah
terhadap lingkungan, dalam arti segala macam teknologi dan bahan-bahan bangunan
yang dipakai jangan sampai merugikan lingkungan setempat, karena menurut kami
arsitektur yang dibangun saat ini akan menjadi “titipan” yang sangat berharga
bagi generasi mendatang yang juga butuh suatu lingkungan yang ASRI; bukannya
rusak dan “carut-marut” akibat dibangunnya arsitektur tertentu.
Adapun uraian yang kami paparkan diatas kami dapat berdasarkan dari
beberapa temuan teori berikut ini; sebagaimana yang disampaikan oleh
Christopher Day bahwa meskipun arsitektur sebagai seni tetapi arsitektur itu
sendiri bukan hanya berbicara indah dan tidak indah melainkan arsitektur juga
harus bisa memperhatikan lingkungan sekitar, dan bahkan sebaliknya pula
lingkungan harus bisa juga cocok dengan bahan bangunan dari arsitektur yang
akan kita bangun, sehingga agar suatu material bangunan bisa bermanfaat, secara
biologi mendukung, secara emosional memuaskan, maka kita harus menggali lebih
dalam mengenai apa yang bisa mempersatukan antara material yang dipakai dengan
lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu ada benarnya juga bila Christopher Day
mengatakan “It starts with the feelings; architecture built up out of
adjectives-architecture for the soul” yang artinya bahwa membangun haruslah
diawali dengan mengembangkan perasaan barulah kemudian menumbuhkan jiwa yang
kuat bagi tempat yang bersangkutan dengan pemilihan material yang benar-benar
cocok dan berkualitas tertentu seperti yang dibutuhkan oleh lingkungan.
Lingkungan yang dimaksud pada paparan di atas bukan sekedar lingkungan
fisik semata melainkan juga termasuk lingkungan budaya, karena sebagaimana kita
ketahui bahwa setiap lingkungan punya perbedaan budaya maka secara individual
setiap orang yang berasal dari daerah yang berlainan akan
mempunyai tanggapan yang berbeda satu sama lain. Seperti halnya juga yang
disampaikan oleh Prof. Ir. Eko Budiharjo MSc. Dalam bukunya yang berjudul
Arsitektur Sebagai Warisan Budaya, dimana karya arsitektur merupakan pernyataan
kreatif yang jujur dari interaksi kehidupan sosio-kultural masyarakatnya
sehingga tidak mungkin bentuk yang tampil merupakan wujud tunggal rupa,
melainkan akan berkembang terus penuh kreativitas dan inovasi baru seiring
dengan perkembangan sosio-budayanya.
Menindaklanjuti paparan di atas, adapun Christopher Jones juga
berpendapat sama yakni “Architecture is becoming not
just visual but social, thermal, temporal, historical.” (Essay
In Desaign, 1984), yang intinya perlunya kemampuan artistic dipadukan dengan
kepekaan sosial dan moral, dan diseimbangkan dengan kesadaran lingkungan.
Sehingga bila kita mengharapkan arsitektur yang manusiawi, yang sesuai
dengan kondisi masyarakat sebagaimana adanya dan bukan memaksakan kondisi
semata-mata yang diinginkan perancang, maka jawaban sederhana saja, yakni kita
harus menghargai arsitektur sebagai seni yang dapat dinikmati oleh masyarakat banyak,
bukan untuk dinikmati oleh keinginan perencana arsitek semata-mata, seperti
yang terlihat pada bangunan Moshe Safdie di Montreal, disana jelas sekali yang
tampil dominan hanyalah kepuasan Sang arsitek bukanlah kepuasan lingkungan
sekitar, misalnya budaya setempat yang tidak lagi dilestarikan dalam bangunan
itu, bahkan dalam pelaksanaan konstruksinya pastilah sulit sehingga tidak dapat
dipungkiri bila pasti merugikan lingkungan setempat atau “tetangga”nya.
Sedangkan keterlibatan arsitektur terhadap politik, atau boleh dikata
sebaliknya campur tangan politik dalam dunia arsitektur seperti terlihat pada
bangunan Hong Kong bank dimana konsep struktrur dan visualitas bangunan yang
ada, sedianya merupakan intervensi dari pemerintah Inggris, maka boleh dibilang
arsitektur tersebut menjadi bagian dari obsesi nasional. Jadi
sebenarnya komitment dan perhatian yang besar dari pemerintah atau penentu
kebijakan mampu merangsang terciptanya wajah-wajah arsitektur yang baik.
Sebagai ilustrasi atas pernyataan teori di atas berikut ini kami sajikan
beberapa contoh bangunan yang relevan dengan pembahasan kali ini diantaranya
Gedung parlemen yang ada di Tokyo, di sana terlihat sekali kalau bangunan itu
berdiri dengan mempertimbangkan budaya setempat, bahkan kalau kita lihat pada
“façade” bangunannya pun mengikuti “façade” bangunan yang ada di samping
kanan-kirinya sehingga bisa tampil menyatu dan selaras, maka boleh dikata
benar-benar tampil dengan menghargai ciri budaya setempat. Demikian juga yang
ditampilkan oleh menara Hitechniaga, bangunan ini meskipun memakai teknolgi
yang canggih dan terlihat benar-benar “high tech” akan tetapi tampilan itu
diramu sedemikan rupa namun sangat memperhatikan iklim dan kekhasan setempat,
karena overstek-overstek yang ada dipakai untuk tampias hujan sekaligus tatanan
“façade” benar-benar ditata untuk pembayangan terhadap cahaya matahari.
TEMA 6 : BADAN
Sebelum kita kaitkan badan dengan dunia arsitektur ada baiknya kalau kita
juga pahami bahwa secara harafiah badan tidak lain
merupakan komponen fisik dari tubuh manusia, yang dianggap sebagai subyek.
Sehubungan dengan dunia arsitektur, badan ini
dianalogikan sebagai wadah arsitektur. Wadah arsitektur bukan berarti
tempat seperti arti harafiah sesungguhnya, karena kalau kita telaah lebih dalam
dari ulasan yang ada maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa arsitektur
menempatkan manusia sebagai inti dan pedoman dalam membangun dan merancang
suatu bentuk desain, karena segala macam desain yang tampil itu tidak lain
ditujukan untuk bisa dipakai oleh manusia sebagai subyek pengguna yang harus
juga merasa nyaman, sehingga badan nantinya diproyeksikan ke dalam perencanaan
gambar, fasade, dan detil.
Dalam rangka mendukung uraian di atas, berikut ini kami sampaikan
beberapa pendapat para pakar, diantaranya seperti yang disampaikan oleh Dipl.
Ing Suwondo B Sutedjo, bahwa arsitektur merupakan suatu karya manusia untuk
manusia yang berarti sesungguhnya arsitektur tidak dapat dinilai hanya sebagai
seni bangunan saja tetapi harus selalu dalam konteks manusianya, jadi suatu
karya arsitektur bisa dinilai setelah karya tersebut berfungsi dan bukan pada
saat karya tersebut secara fisik terselesaikan. Karena manusia menjadi pengguna
di dalam karya arsitektur tersebut maka menjadi penting sekali untuk mengetahui
tingkah laku manusia sehingga manusia bisa benar-benar menjadi initi dari suatu
proses terbentuknya karya arsitektur. Dan menurut beliau bahwa dewasa ini sudah
semakin tinggi tingkat kejenuhan arsitek-arsitek Pasca Modern terhadap
perancangan yang terlalu ditekankan pada aspek fungsi, bentuk dan estetika yang
serba normative dan dogmatis, karena itu mereka ingin menempatkan faktor
manusia sebagai titik sentral dalam perancangannya.
Menyambung pendapat dari Dipl. Ing Suwondo B Sutedjo, adapun Robert
Venturi juga berpendapat sama dalam bukunya yang berjudul Complexity and
Contradiction in Architecture tahun 1966, dimana beliau mengecam perancangan
arsitektur yang terlalu menekankan aspek rasional sehingga implikasinya
mengabaikan kenyataan bahwa manusia adalah juga makhluk yang emosional,
menurutnya kalaupun ingin menerapkan “high tech” maka perlu diperkaya juga
dengan “high touch”, nalar dan rasa bukan saja untuk dinikmati oleh arsiteknya
melainkan juga bagi manusia lain terlebih sebagai pengguna.
Sebagai pelengkap pemahaman kita akan tema ini,
maka kami sertakan juga beberapa obyek kasus diantaranya adalah Henley Regatta
Heat Quarters yang berdiri di Henley, bangunan ini terlihat seperti benteng
sehingga bila dikaitkan dengan tema yang ada bangunan ini berperan menampilkan
kesan kekuasaan karena tampilan bangunan yang mirip
dengan benteng, sehingga manusia dalam arti
penghuni di dalamnya ikut juga terangkat statusnya oleh karena tampilan yang
disajikan oleh bangunan itu. Oleh karena itu kebutuhan manusia sebagai pengguna
bangunan ini yang kurang lebih menghendaki bangunan ini sebagai semacam kantor militer yang syarat dengan kekuasaan bisa dipenuhi. Ini merupakan bukti konkrit kalau bangunan ini mampu memuaskan
pemakainya.
Contoh lain dari tema ini adalah bangunan Montmorillon
Hospital yang dirancang oleh
Architecture Studio (M. Robain, J. F. Galmidre, R. Tisnada, E. X. Descart, J.
F. Bonne). Bangunan ini difungsikan sebagai rumah sakit
dengan tampilan yang demikian unik menurut kami hal itu dimaksudkan memberikan
kepuasan bagi pasien yang tinggal di dalamnya agar tidak mengalami kebosanan
dan kejenuhan seperti layaknya ketika tinggal di rumah sakit pada umumnya.
Tetapi menurut kami agak kurang cocok dengan tema ini karena tampilan dari luar
tidak seperti sebuah rumah sakit apalagi “entrance”nya dibuat sedemikian megah
seolah menyimbolkan suatu kekuasaan dan kemegahan dan tidak sebanding dengan
seukuran manusia yang masuk
sumber : http://www.oocities.org/sta5_ar530_2/tugas_kel2/tgskel6/kel6.htm
The drought in Africa puts
millions of people
in danger to
die of hunger. If we donate, then
we can help
saving
lives.
millions of people
in danger to
die of hunger. If we donate, then
we can help
saving
lives.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar