Rabu, 12 Juni 2013

pengertian teori arsitektur

Teori Arsitektur


            Tantangan dalam dunia arsitektur dapat dilihat dari praktek dan karya arsitektur itu sendiri. Teori yang berkembang di dunia Arsitektur berasal dari kritikan, penafsiran, dan deskripsi dari hasil pekerjaan yang telah dihasilkan dan berhasil membangun opini masyarakat sehingga timbul pemahaman baru. Dalam perkembangan dunia arsitektur, muncul aliran post modern yang menekankan pada kunci dominansi persoalan tunggal, hal ini berbeda dengan arsitektur modern yang  bersifat formalisme, dan gagasan fungsionalisme, kebutuhan “ pemecahan radikal ” dan ungkapan jujur bahan dan struktur.
            Sejak pertengahan tahun 1960–an, teori arsitektur benar-benar telah menjadi interdisipliner ; bergantung pada kritis. Proyek perbaikan modernisme ini disajikan sebagai pembuatan teori agenda baru untuk arsitektur, dilihat dari sudut pandang politik, etika, ilmu bahasa, estetika, dan fenomenologi.
Teori dapat digolongkan menjadi beberapa pokok pikiran masalah berdasarkan subjeknya diantaranya : Preskriptif, proskriptif, Afirmatif, atau Kritis. Yang kesemuanya itu berbeda dari sudut pandang deskriptif yang netral. 
        Teori preskriptif menawarkan penjelasan baru mengenai masalah khusus yang berfungsi untuk menentukan norma baru yang digunakan sebagai pedoman dalam praktek. Jadi ini menaikan standart metode desain. Jenis ini dapat bersifat kritis dalam situasi status quo.
            Sedangkan teori proskritif yang menawarkan keadaan standart apa yang dihindarkan dalam desain. Urbanisme dalam sudut pandang proskriptif didefinisikan tidak secara negatif tetapi lebih kepada pemecahan atau pembelajaran untuk mengatasi hal tersebut, contohnya dengan menentukan zona fungsional. Seperti kode perencanaan kota untuk Seaside, Florida oleh Andreas Duany dan Elizabeth Plater – Zyberk.
            Teori kritis menilai perkembangan dunia arsitektur dan hubungannya dengan masyarakat. Jenis tulisan yang berpolemik ini sering memiliki orientasi politik atau etika yang dinyatakan untuk mendorong perubahan. Teori kritis secara ideologi didasarkan pada marxisme atau feminisme. Contoh yang bagus dari teori kritis adalah Critical Regionalisme karya arsitektur kenneth Frampton yang mengusulkan ketahanan terhadap homogenisasi lingkungan visual melalui tradisi bangunan lokal. Teori kritis bersifat spekulatif, mengandung pertanyaan dan terkadang utopia.
            Inti dari teori – teori yang ada pokoknya mengenai masalah pelaksanaan dan seni. Berasitektur dinyatakan sebagai cikal bakal seni bangunan yang halus. Hal ini sangat berbeda dengan prinsip ilmu matematika dan ilmu yang lainnya. Dilihat dari subjek dasar, prinsip dalam dunia arsitektur dapat digolongkan menjadi 5 point, diantaranya:
1.      Arsitektur yang memiliki tingkatan mutu yang diharuskan oleh seorang arsitek dalam hal kepribadian, pendidikan, dan pengalaman.
2.      Apresiasi arsitektur baik berupa seni maupun kesenangan sebagai salah satu kriteria arsitektur.
3.      Teori desain atau metode konstruksi. Meliputi: teknik, bagian, jenis, bahan, dan prosedur unsur pokok.
4.      contoh contoh senjata arsitektur, pemilihan, dan penyajian yang menyatakan sikap menulis terhadap sejarah.
5.      Sikap tentang hubungan antara teori dan praktek. Pandangan yang tentang subyek pokok ini dinyatakan oleh arsitektur Bernard Tschumi. Bagi Tschumi arsitek bukanlah seni dan teori yang mengambarkan. Tulisannya menunjukan bahwa peran teori merupakan penafsiran dan propokasi.

Jika teori harus membawa hasil sesuai dengan yang diperkirakan maka satu satunya teori yang dapat diterima Preskriptif atau Proskriptif. Kedua aspek dalil ini ditantang oleh para pembuat teori postmodern seperti Alberto Perez Gomez yang berpendapat bahwa kekuatan kritis dari proyek yang tidak dibangun untuk arsitektur kertas. Teori juga menyelamatkan hubungan arsitektur dengan alam paradikma pilosofi dan ilmiah sebagian besar telah membentuk pandangan arsitektur tentang daerah aktifitas dimana alam menjadi pemandangan alam melalui upaya desainer.

Pengertian Postmodern
Postmodern adalah istilah yang memiliki arti yang berbeda dalam konteks yang berbeda, dilihat dari tiga sudut yakni: sebagai periode sejarah dengan hubungan khusus ke modern; sebagai golongan paradikma siknifikan untuk pertimbangan persoalan dan obyek budaya; sebagai kelompak tema.
Postmodern dikenal sebagai kapitalisme akhir, kapitalisme multi nasional, masyarakat konsumen pada pertengahan tahun 1960-an tantangan terhadap ideologi gerakan modern dan terhadap arsitektur modern yang menurunkan nilai dipercepat serta berkembang biak sehingga dikenal sebagai kritik postmodern.
Perusakan kompleks perumahan pruitti-Igoe di St Louis misauri pada tahun 1972 secara luas diterima sebagai berakhirnya visi arsitektur modern.
Lembaga teori di New York pada tahun 1967-1985 dan Venice, keduanya menjalankan publikasi yang sangat banyak yang menawarkan program pengajaran, konfrensi, simposium, panel dan pameran hal tersebut juga dilakukan oleh Insitute Arcsitekture and Urban Studies (IAUS) di Manhattan. IAUS menerbitkan surat kabar Skyline dua jurnal, dan serangkaian buku dibawah terbitan opposition. Penekanan berat lembaga tersebut pada teori berkarakteristik post modern.

Publikasi: Majalah, Jurnal Akademi , polemik.
Respon lainnya terhadap arsitektur modern adalah berkembangnya literatur teoritis seperti majalah mandiri baru dan jurnal akademi. Disamping itu Venice institute, italia menghasilkan tiga majalah arsitek lain semuanya di cetak lotus, asabela, dan domus. Dua yang terakhir didirikan mulai tahun 1928 sedangkan lotus didirikan 1963.
Selama sepuluh tahun (1985-1995) para arsitek Denmark dibawah pengaruh Kopenhagen Henning Larsen yang menebitkan nordic magazine of architekture and art artikel wawancara dalam bahasa Denmark dan Inggris dilengkapi dengan Layout berukuran besar menggunakan desain grafis yang kuat dan ilustrasi.
Postscrip merupakan sebuah puncak modernisasi yang membahas mengenai tata kota, tampak (fasade), hal yang menyangkut kebudayaan. Stern mengungkapkan bahwa arsitektur merupakan kombinasi dari respek budaya dan sejarah, dan merupakan sebuah fragmen dari kontektualisasi. Pada tahun 1977 Charles jencks memaparkan akan bahasa ‘Arsitektur Postmodern’. Karena terbesit kata postmodern pada telinga para arsitek, maka sekelompok arsitek mengadakan sebuah konferensi yang membahas seluk beluk dari arsitektur modern. Tokoh dalam arsitektur modern yang dibahas antara lain Peter Eisenman, Michael Groves, Charles Gwathmey, John Hajduk,Richard Merier yang seringkali tenar dengan nama ‘ The New York Five’, tetapi dari bahasan ini timbulah berbagai pendapat bahwa topik arsitektur modern yang diangkat merupakan suatu yang tidak membuat kehidupan semakin membaik, tetapi kehidupan berjalan sebagi mana mestinya.
Perkembangan arsitektur menuju kearah yang lebih baik pada saat diadakannya pameran di New York museum Moma, pada pameran ini banyak karya arsitektur mulai dari sytle klasik, hirarki, poche, proporsi dan pameran transformasi yang dipaparkan oleh Charles Jenks.
Kalimat postmodern dalam dunia arsitektur berarti suatu gaya kontemporer yang mengembalikan kembali aspek sejarah yang pernah hilang pada arsitektur modern.
Paradigma arsitektur postmodern merupakan suatu fenomena, kecantikan, teori bahasa tubuh (semiotik, strukturalisme, poststrukturalisme dan dekonstruksi), marxism, dan feminism.


PARADIGMA 1 : PHENOMENOLOGI

-         Aspek dari keteraturan akan menghasilkan suatu kebenaran dari teori arsitektur pada metode filosofi yang dikenal dengan nama phenomenologi, yang dapat diartikan sebagai suatu ancaman filosofis yang didasarkan atas kebiasaan postmodern melalui tempat, pandangan, pembuatan yang seringkali terlihat berlebihan dan sulit untuk diartikan. Phenomenologi mengkritik logika dari para ilmuwan yang dapat membawa aspek kemanusiaan.
-         Salah satu tokoh yang sangat ekstrim mengritik modernisasi ialah Heidengger, ia mengemukakan bahwa orang-orang pada era modern diangap tidak mampu merefleksikan hidupnya sebagai manusia. Nortberg-Schulz mengacu pada lingkungan dan karakter yang dimanifestasikan kedalam sebuah bangunan. Sedangkan Mies mempunyai paradigma bahwa Tuhan merupakan sumber dari detail yang dibuat dalam desain arsitektural, karena setiap tatanan kehidupan dan sumber alam yang dihasilkan berasal dari Tuhan.
-         Peres Gomes mengemukakan akan konsep dari Heidengger yang memungkinkan orientasi keberadaan, pengenalan budaya, dan hubungan dengan sejarah. Phenomenologi terakhir disampaikan oleh Juhani Pallasmoa yang mengartikan arsitektur merupakan fisik dari ide yang dihasilkan yang meliputi persepsi, mimpi, memori yang terlupakan dan imajinasi.
-         Didalam uraian  Francois Coli yang mengemukakan bahwa arsitektur merupakan suatu  pemandangan yang tak nyata, yang nantinya akan diulas lebih lanjut melalui suatu pola pemikiran fisik, mistik, dan legenda.
Menurut pendapat dari kelompok kami mengenai phenomonologi ialah:
            Phenomenologi merupakan sebuah konteks yang membicarakan mengenai arsitektur dalam kaitannya dengan segala keteraturan yang ada di alam. Keteraturan tersebut membentuk suatu pemaknaan yang menimbulkan berbagai macam filosofi, sebenarnya bila dikaji lebih mendalam unsur dari metafisika dapat masuk kedalam paradigma ini. Jadi konsep tersebut diatas ‘phenomenologi’ menjadi suatu pegangan dalam proses perancangan. Mengenai ulasan phenomenologi ini yang mendasari asal mula ide tersebut muncul yang didasari oleh segala macam keseimbangan yang ada. Menurut kelompok kami dapat disimpulkan bahwa paradigma phenomenologi ini :
-         merupakan keterkaitan dengan tradisi masa lalu, yang dapat diartikan sebagai memorial
-         Tidak terbatas akan teori saja tetapi dapat menembus disiplin dari keilmuan.
-         Menunjukan makna bahwa adanya keberadaan manusia yang telah diabaikan oleh modernisasi.

Aplikasi  bentukan :
1. Stone house oleh Gunther Domenig
Bangunan ini memiliki suatu unsur yang tidak mempunyai kaitan dengan segala keteraturan yang ditimbulkan dari aspek phenomonologi. Hal ini dapat dilihat dari bentukan yang ada, kurang dirasakan adanya kesinambungan dengan lingkungan sekitar ‘posisi  bangunan terhadap lingkungan’ dan juga tidak terdapat unsur budaya dan sejarah yang melandasi perancangan.   



PARADIGMA 2 : AESTHETIC OF SUBLIME

-         Pada pembahasan ini lebih menampilkan akan artikulasi dari sebuah kategori oestetik yang penting pada periode postmodern. Untuk menuju titik yang radikal sejarah dari modernisasi, haruslah merombak teori aestetik secara utuh. Dalam teori aestetik tabula rasa dibahas mengenai polemic modernist  beirisikan akan aplikasi antara ilmu dan desain yang saling terkait. Dalam arsitektur fragmentasi merupakan suatu hal yang sangat penting dari sejarah modern karena mengandung suatu penolakan dari bentukan desain yang umumnya ada. 
-         Dalam bukunya Robert Am Stern mengemukakan bahwa tubuh dari aliran clasic tidak mengarah pada politik dan moral, tetapi lebih mengarah pada bahasa. Dan bahasa clasic yang dipakai bukan merupakan sesuatu hal yang pasti tetapi haruslah dapat memberikan suatu kemurnian bentuk. Sedangkan menurut Aldo Rosi yang mengemukakan pendapatnya bahwa bangunan clasic memiliki sesuatu yang praktis.

Menurut Pandangan kami terhadap sublisme ialah :
            Sublime dalam hal ini berbicara mengenai arsitektur gaya-gaya klasik yang dipadukan dengan unsur modern. Pada sublime ini  terlihat akan perpaduan antara unsur klasik dengan modern dapat melalui ornamennya, dan yang terpenting ialah tidak meninggalkan tradisi sejarah secara utuh tetapi mengadopsikan hal tersebut pada bangunan, sublime juga berbicara mengenai keindahan / kecantikan dari bangunan.

Aplikasi bentukan :
1. Single Family Residence
Catalonia, Spanyol, 1983 - 1987
Architect : Oscar Tusquets
Perumahan gaya Mediterania ini dibangun pada tahun 1983 oleh Oscar Tusquets dan  lous Clotet, dimana mereka telah bekerja sama sejak 1964. Gerakan ini, meskipun mendapatkan keuntungan dari ahli mordenisasi, tidak memiliki hasrat untuk menghabiskan simbol – simbol sejarah untuk membangkitkan image dalam kebudayaan bersama. Gaya baru Clotet memanggil kembali gaya baru klasik dengan struktur dan proporsinya meskipun dimasukan gaya klasik, Tusquets disisi lainnya dia juga memiliki kebebasan pediman baluster dan molding , disain interiornya dengan detail yang cermat dan tidak takut dengan konstruksi skala besar.
Pada bangunan ini usur alam menjadi pendukung utama keindahahan bangunan, pemilihan warna, tekstur dinding, dan dekorasi jendela berusaha disesuaikan dengan unsur alam disekitarnya.
Penggunaan dan penempatan simbol–simbol arsitektur seperti ornamen–ornamen, dekorasi ruang, dan penambahan efek lengkung pada sisi–sisi tertentu dari bangunan semakin mempertegas kesan klasik dalam desain ini.  Pada  pembahasan sublime unsur simbilis dari banguanan ini masih terdapat suatu tradisi sejarah dengan perpaduan gaya modern. Pada tampak depan banguan ini terlihat adanya ornamentasi dari gaya klasik dalam permainannya dengan ornamentasi, warna, dan bentukan geometris yang mendukung merupakan suatu unsur sulime yang nampak.


PARADIGMA 3 : LINGUISTIC THEORI
-         Pada teori ini dibahas akan adanya budaya yang semakin krisis pada era modernisasi, yang dapat mempolakan suatu pemikiran, pada pergerakan postmodern mulai diperhatikan akan masalah budaya sampai pada rekonstrukturisasi pemaknaan bahasa arsitektural.
-         Dalam teorinya Mies Van de Rohe menjelaskan akan suatu kesatuan yang utuh antara arsitektur dan teknologi yang ada, tetapi lama kelamaan salah satu akan mendominasi yang lainnya. Dari hal ini budaya arsitektur dapat terkikis oleh perkembangan teknologi yang ada.
Strukturalisme ;
-         Struktural lebih menfokuskan pada kode, konvensi, dan proses pertanggung jawaban dari pekerjaan dimana menciptakan arti sosial. Struktur merupakan sebuah proses yang liguistik, psycoanalitic, metaphisical, logical, sosiological. Dalam desain struktur merupakan sesuatu kejelasan yang dapat mempertegas arti dari desain yang akan diwujudkan.
Post strukturalism ;
-         Dalam hal ini untuk membedakan strukturalism dan poststrukturalism sangatlah sulit, karena keduanya hampir sama, Dan untuk memisahkannya dilihat dari aspek bahasa arsitektural yang ditimbulkan dalam desain yang ada, poststrukturalisme lebih mengarah pada pemaknaan dari karya desain arsitekturalnya.

Menurut kelompok kami terhadap konteks teori bahasa :
Bahasa dalam arsitektur mempunyai suatu keterkaitan dengan penanda dan pertanda, hal inilah yang kemudian disampaikan oleh perancang untuk memberikan suatu makna terhadap bangunan. Dalam konteks derrida dibahas bahwa tidak ada suatu konteks yang jelas untuk memisahkan antara petanda dengan penanda. Dalam bahasa arsitektural suatu tanda akan membawa kita ketanda seterusnya tanpa suatu batasan yang jelas. Perlu diketahui dalam hal ini tanda sangat tidak indentik dengan makna, kalau makna dapat berubah menurut ruang lingkup dari tanda yang mengikutinya. Pada dasarnya bahasa arsitektural tidak stabil seperti yang telah dijelaskan oleh kaum strukturalisme, jadi elemen bahasa tidak bisa didefinisikan dengan jelas bila tanpa menelusuri tanda yang saling terkait. Poststrukturalisme adalah suatu reaksi yang ditimbulkan oleh strukturalime, poststrukturalisme memiliki kaitan erat dengan konstruksi massa, bidang, material yang membentuk suatu elemen struktural yang tidak terikat dengan standart teori yang ada, tetapi merupakan suatu pengembangan dari teori tersebut.

Contoh dari teori bahasa ialah:
1. Parochial Complex
Vienna, Austria, 1981
Architect :  Werner Appelt.
Bangunan ini merupakan  bangunan ketiga dari Katholik centre yang ada di Vienna. Pada bangunan ini kita dapat melihat bangunan ini memang dengan sengaja didesain dari awal dengan konsep klasik dimana tujuan arsitek yang berusaha menciptakan kesan formal dan religius. Dimana hal tersebut dapat dicapai dengan pengolahan ruang dan tampilan bangunan yang bergaya klasik dan kuno. Dari tampilan depan bangunan yang menggunakan efek dan pengolahan lengkung dalam desain tampilan depan bangunan memperjelas unsur postmodern dalam bangunan ditambah pengolahan masa yang tampak kokoh dengan beton–beton tebal, dimana bukaan hanya mengandalkan jendela yang penempatannya disusun sedemikian rupa sehingga memberikan penerangan yang baik dan cukup terhadap ruangan. Pada bagian interior dari bangunan kita dapat melihat kesan ruang yang tinggi dan besar yang berusaha mencapai kesan monumental yang memang sangat cocok ditimbulkan oleh bangunan – bangunan yang digunakan untuk acara – acara religius.  Dari berbagai segi bangunan ini mempunyai suatu pertanda tersendiri, muali dari tampak luar yang terkesan formil dan religius yang dapat dirasakan dan dibaca dengan pola pemikiran kita. Lalu setelah kita memasuki ruangan akan terkesan berbeda dengan pola pafon yang lengkung dan tinggi akan memberikan suatu kesan akan kebesaran yang kuasa. Bila dibahas lebih dalam lagi konteks bahasa arsitektur akan semakin banyak dan tidak mempunyai batasan yang begitu jelas.
                    
2. Spirit and soul unfold in a Spanish chapel
Kemungkinan besar perancang ingin menghadirkan suatu kestabilan yang dinamis melalui bentuk yang dihadirkan. Maksud dari kestabilan yang dinamis disini ialah perancang ingin menggugah psikologis dari manusianya. Pada bangunan kapel dibuat miring pada sisi-sisinya, dimaksudkan agar pemakai terguncang dan sadar akan dirinya yang tidak berdaya, dan mengakui akan kebesaran penciptanya. Jadi bahasa dalam arsitektur tidak selalu didasarkan akan ornamentasi pada bangunan, tetapi juga dari bentukan yang ditimbulkan yang dapat merangsang pola pemikiran kata dalam merasakan suatu esensi dari ruang yang ditimbulkan.  

Dekonstruksi
Dekonstruksi menganalisis poin dan konsep yang sebenarnya dapat dimengerti diri kita sendiri secara alami,dengan tujuan memasukkan unsur filosofi dalam menghadirkan bentukan baru yang bertolak belakang satu sama lain.
Dekonstruksi merupakan bentuk kritik postmodern terhadap arsitektur modern  yang ingin mengakhiri dominasi arsitektur modern,ingin melepaskan diri dari form follow function
 Artinya disini bahwa Dekonstruksi adalah merupakan suatu gerakan  yang ingin melepaskan diri dari ketergantungan  pada arsitektur modern, melepaskan diri dari kungkungan doktrin form follow function, menitikberatkan bentukan daripada fungsi, mengubah slogan menjadi function follow form atau ada juga yang menggantinya dengan  form follow fun, bentukan bisa semaunya berdasarkan konsep sang arsitek,fungsi ruang mengikuti belakangan tanpa mengurangi nilai fungsi dan estetis. Dalam mencapai bentukan yang diiginkan terkadang menghadirkan dua hal yang saling bersebrangan dan berlawanan, antara ada dan tidak ada, ide kebanyakan berangkat dari elemen –elemen ruang yang telah dipisah –pisah dan diuraikan menjadi bagian – bagian yang kemudian dikomposisi ulang

Teori Dekonstruksi
Menurut Nietzche dan Derrida, Dekonstruksi adalah terdiri dari komponen de dan dis  yang bila diartikan
“Dekonstruksi itu tidak tersentral, tidak terkomposisi dan memisah struktur ke dalam bagian menolak kepalsuan, mencemooh, mengutuk, mencela semua nilai dan tujuan yang dicapai oleh pemikiran tunggal dan menunjukkan sejauh mana keterkaitannya. Merendahkan sistem unity, menon-manusiawikan kemanusiaan, menon-sakralkan agama, menurunkan monarkhi, menon-sentralkan kota, menghancurkan dan menurunkan kualitas atau hanya dengan memindahkan saja.
Akhirnya untuk mereka yang menginginkan keharmonisan sosial dan setidaknya gedung berdiri saja harus ada pengrusakan, pembongkaran dan penghancuran.
Asas Dekonstruksi harus humor, ironis, skeptical, penuh dengan peran atau tidak tersikap, kesalahpahaman terhadap agendanya sendiri dan pengkhianatan terhadap ketidakjujuran”.
Teori oleh derrida dan Nietzche sangat cocok dan tepat sekali dalam menjelaskan definisi dari dekonstruksi untuk lebih  jelasnya akan diambilkan sebuah contoh bangunan di Budapest milik Laslo Rajk

Aplikasi Bentukan
         
Bangunan ini memakai teknik montage  yang mengambil elemen arsitektural dari bangunan dilingkungan sekitarnya, struktur dasarnya dengan merakit semua elemen – elemen façade tersebut.Tampaknya yang kelihatan kacau hasil karakteristik individual terlihat statis, dekoratif namun tetap dinamis. Detail façade berubah secara konstan  ketika ditemukan elemen - elemen baru oleh para penyewa stan didalamnya
Leher ter ini merupakan salah satu contoh obyek yang hampir mendekati dengan asas dekonstruksi, cocok dengan  dan swesuai baik dengan sub paradigma dekonstruksi maupun klop dengan  teori milik Derrida dan Nietzsche


PARADIGMA 4 : MARXISME

Aliran kelompok Marxisme lebih menitikberatkan perubahan besar-besaran dalam bidang arsitektur yang dapat memenuhi kebutuhan sosial, perubahan berupa bentuk kerjasama grup berkala seperti revolusi mahasiswa yang diharapkan membawa perubahan besar. Institusi memegang peranan penting dalam melakukan kontrol dan fungsi sosial.

Teori Marxism
Menurut Marshall Berman,  dalam bukunya “All that is solid melts into air”
Subtitle Experience of Modernity
“Revolusi dari produksi yang konstan, gangguan yang tidak terinterupsi dari semua hubungan sosial ketidakpastian abadi dan yang mendorong, membedakan jaman borjuis dengan jaman sebelumnya. Semua kepastian, hubungan kaku yang cepat, dengan kereta penuh ide-ide dan pendapat mulia, semua bentukan baru menjadi kuno sebelum mereka menjadi hancur. Semua terkikis, semua melebur di udara. Semua hal yang suci menjadi tidak senonoh dan manusia ditantang menghadapi kondisi sebenarnya dengan akalnya”.
Teori  berhubungan dengan paradigma Marxisme, karena adanya hal yang menceritakan tentang revolusi besar-besaran secara konstan yang menghendaki terjadinya bentukan baru dalam lingkungan sosial, manusia seperti ditantang untuk bepikir  dalam menghadapi realita

Aplikasi Bentukan

Samitaur Building oleh Eric Owen Moss merupakan salah satu contoh yang diambil untuk membuktikan teori dari Marshall Berman. Beberapa poin penting dari Marxism secara garis besar yaitu adanya perubahan besar di bidang sosial yang berhubungan dengan gaya arsitektur borjuis, kemudian hasil karya merupakan bentuk kerjasama kelompok, menyatukan philosophy sejarah psychology dan politik ke dalam suatu aliran.


Pada Samitaur Building ini terlihat adanya beberapa faktor di atas yaitu hasil karya ini merupakan bentuk kerjasama kelompok terdiri dari grup arsitek, lebih dari satu arsitek (Smith dan Moss) menggabungkan dua pola pikir yang membawa ke perubahan besar.
Gaya bangunannya yang masif seolah mengambil bentukan arsitektur klasik yang kemudian dimodifikasi, cenderung dominan di lingkungannya dan mempengaruhi bentukan bangunan tetangga. Hal ini dianggap merupakan perubahan di bidang sosial yang berhubungan dengan gaya borjuis.
Yang paling penting adanya penyatuan philosophy, sejarah, pstychology dan politik ke dalam suatu aliran.
Philosophy menggunakan apa yang disebutnya sebagai Gnostic architecture yaitu rumit, individual dan open ended.
Sejarah terlihat dari bentuknya yang masif diberi lubang kecil di sana-sini dan permainan bayangan yang diciptakan dari bentukannya, tanpa permainan material.
Politik yang diterapkan adalah memaksimalkan pemanfaatan site yang kecil, sehingga bangunan diangkat dan menghubungkan 3 buah gudang, secara tidak langsung menyatukan geografi dan membentuk topografi yang unik.
Bila dikaitkan dengan teori Berman yang menyatakan semua hal suci menjadi tidak senonoh dan melebur menjadi satu di udara, membuat manusia ditantang untuk mencari akal menghadapi realita. Kiranya Samitaur Building bisa dikategorikan dalam ke paradigma Marxism dan sesuai atau cocok dengan teori Berman yang diambil dari Communist Manifesto, Karl Marx.


PARADIGMA 5 : FEMINISME

Sistem arsitektur didefinisikan dari apa yang ikut serta dan  yang tidak diikutsertakan, menekankan pada psychoanalisis yang memiliki arti ruang sebagai penekanan pada interior didefinisikan oleh wanita dan tubuhnya serta sistem yang terkandung dalam penekanan tersebut.
Aliran feminisme lahir karena didasari rasa ingin mendapatkan persamaan kedudukan dengan kaum pria dalam aspek social politik, hukum, pendidikan  dimana wanita diharapkan lebih berperan dalam arsitektur (include) daripada hanya dieksploitasi keindahan tubuhnya, dijadikan patokan dalam represi makna rung interior (exclude).

Dalam arsitektur postmodern kebanyakan pria lebih memegang peranan penting dalam perubahan dunia arsitektur, melihat hal ini para arsitek – arsitek wanita menuntut persamaan  kedudukan  melalaui gerakan feminisme. Mereka menyadari bahwa selama ini  tubuh dan kemolekan mereka dijadikan objek dalam arsitektur (diikutsertakan ) terutama dalam penataan interior ruang  tanpa adanya kesempatan  ikut serta sendiri dalam berarsitektur.Selain itu juga memperjuangkan persamaan kedudukan dalam hal upah kerja,persamaan hukum dan pendidikan

Teori Feminisme
            Menurut Dolores Hayden dalam “What Would a Non Sexist City Be Like ?”
“Saya mempercayai titik serang feminist yang menunjukkan adanya pembagian ruang publik dengan ruang privat”
            Para feminist menuntut adanya pembagian ruang dalam arsitektur yang memperhatikan kebutuhan ruang seorang wanita, seperti adanya dapur khusus dan taman pribadi. Mereka menginginkan pembagian ruang yang jelas antara ruang privat dan publik dengan tambahan ruang yang lebih baik. Kaitannya dengan paradigma, adalah  dari teori ini kita dapat melihat adanya jalan pemikiran yang sama antara Hayden dengan feminist yang lain yang menolak adanya pengeksploitasian tubuh wanita sebagai acuan estetis interior , sehingga mereka menuntut lebih ke pembagian ruang yang jelas

Aplikasi Bentukan

Salah satu contoh arsitek wanita yang  sejalan dengan pemikiran ini  mungkin adalah Zaha Hadid  dengan bangunannya Science Centre  Wolfsburg di Jerman. Bangunan ini merupakan galery dimana bentukan bangunan geometri penuh sudut saling berpotongan dan kadang hanya berupa bidang yang membentuk rongga . Dibuat berdasar sistem visual axis,berkesan masif tapi ringan dengan konsep ruang yang menciptakan hubungan organis antara public square dengan gallery dan foyer

            Dilihat dari konsep ruang terlihat adanya pembagian ,namun kurang begitu jelas mana yang publik dan yang privat .Bila dikaitkan antara teori Dolores dengan bangunan Zaha terlihat adanya hubungan walaupun tidak langsung,tapi ada kecocokan antara keduanya sama-sama membatasi area publik dan privat dengan caranya sendiri. Dikaitkan dengan paradigma feminism  yaitu adanya penataan interior yang  yang terdiri dari bidang yang menampilkan kesederhanaan sekaligus kerumitan  yang tingi tanpa pemakaian tubuh wanita sebagai acuan estetis interior
Contoh ini dapat masuk dalam teori  Hayden walaupun lemah , dan cocok dengan paradigma feminism


 Tema arsitektural postmodern
Pada postmodern teori titik beratnya ada pada pelestarian aset – aset perkotaan yang menjadi artifak budaya , dimana seni memainkan peranan penting dalam teori arsitektur postmodern daripada teknologi
.Segi positif dari arsitektur modern adalah didasarkan pada prinsip kenikmatan salah satu contohnya adalah kualitas ruang yang terbentuk mesti nyaman,standard dan sebagainya
Salah satu hal yang menantang dalam arsitektur postmodern adalah  adanya pengulangan secara original, meminjam hasil karya orang lain untuk ditampilkan kembali  pada kebanyakan karya arsitektur modern seperti menghasilkan karya maskulin untuk artis yang feminim,salah satu cara menarik perhatian penikmat seni          

Kebanyakan hasil arsitektur modern sudah terstandard ,harus umum ,kalau tidak berarti salah.Padahal arsitektur adalah campuran seni , sejarah dan teknologi yang sifatnya subyektif.Karena selalu dicekoki yang umum ,maka ketika mengenal aliran baru yang sama sekali lain kemudian merasa aneh kemudian dikatakan tidak serius,tidak terstruktur dsb


TEMA 1 : SEJARAH DAN KESEJARAHAN

Postmodern memposisikan dirinya sebagai arsitektur yang merekomendasikan nilai sejarah, lain halnya dengan arsitektur modern yang menolak sejarah.

Alan Colquhoun menyatakan  dalam buku “Three Kinds of Historiscism” pada arsitektur garda depan,dimana terbentuk bentukan baru  yang berkelanjutan dibawah gerak sosial, perkembangan teknologi dan representasi simbol .

Modernitas disini ingin memutuskan tali ikatan masa lalu, dengan penemuan baru yang berkesinambungan dan tidak terikat sejarah. Kesejarahan memiliki arti yang masih berkaitan dengan postmodern dan berhubungan dengan  kemauan untuk perhatian terhadap tradisi masa lalu , merupakan praktek artistik menggunakan bentukan- bentukan sejarah masa lalu para postmodernist menggunakan elemen –elemen masa lampau untuk ditempelkan  merekonstruksi elemen otentik untuk ditempelkan pada bangunan mereka, mereka merasa bahwa setiap elemen memiliki arti sendiri- sendiri yang sangat superior
Salah satu kejadian penting dalam sejarah arsitektur saat ini ,adalah pengelompokkan hasil karya arsitek- arsitek kedalam aliran modern, padahal arsitektur modern tidak singular tetapi terdapat kecenderungan terdapatnya perbedaan

Teori Sejarah dan Kesejarahan
Robert Venturi berpendapat sehubungan dengan adanya  keburukan dan kebiasaan sebagai simbol dan gaya arsitektur (style)
“Secara artistik, kegunaan dari elemen konvensional dalam arsitektur lazimnya merupakan bentukan familiar dari sistem konstruksi yang ada ,membangkitkan pikiran dari masa lalu.Beberapa elemen mungkin dipilih secara hati-hati ataupun diadaptasi dari perbendaharaan yang sudah ada dan terstandarisasi daripada secara unik diciptakan melalui data original dan intuisi artistic”

            Kaitan antara teori ini dengan ragam tema sejarah jelas sekali terliht saling mempengaruhi, dimana tema sejarah dalam arsitektur modern memperhatikan unsur sejarah masa lalu, pengaplikasiannya pada pengadopsian elemen-elemen original masa lalu yang dikombinasi hal ini mirip dengan apa yang dikemukakan oleh Venturi yang menyoroti penggunaan elemen yang diadopsi secara standard.Penggunaan elemen masa lalu tidak hanya terbatas pada aliran Greko-Roman saja seperti kolom ionic,doric,pedimen gaya Yunani dsb tapi perlu juga mengingat kesejarahan dibalik pengadopsian  elemen tersebut, ada nilai tersendiri yang berkaitan dengan sejarah. Kalau diperhatikan secara seksama antara tema sejarah dengan tema makna ada batas tipis yang membedakan, dimana bisa saja London Bridge Tower dimasukkan kedalam  tema makna dan tema sejarah

Aplikasi Bentukan
Sebagai contoh adalah karya Renzo Piano, London Bridge Tower
Bagian puncak menara  dari tower seperti tiang kapal yang tinggi , mengikuti konsep dimana arsitektur  harus menggunakan memory  menjadi bagian dari bangunan. Itu sebabnya Renzo mengadopsi bentukan kapal Layar Thames yang legendaris(yang mengarungi  lautan dekat London Bridge). Untuk puncak menara dari tower juga mengambil bentukan puncak menara sebuah gereja. Disini  terlihat adanya kecocokan antara objek dan tema, seperti yang dinyatakan oleh Culquhuon dalam “Three Kinds of Historicism” yaitu terbentuknya bentukan baru yang yang berkelanjutan dibawah gerak  sosial , perkembangan teknologi dan representasi simbol.
Obyek postmodern memperhatikan tradisi masa lalu. Hal ini seperti yang dihadirkan oleh Renzo mengadopsi bentukan kapal layar Thames yang memiliki nilai kesejarahan tersendiri ,begitu pula dengan puncak gereja. Bila hal ini ditilik dari pengadopsian bentukan terasa klop dengan teori milik Robert Venturi yang menekankan adanya pencomotan elemen original. Bangunan Renzo ini kiranya kemungkinan dapat mempresentasikan teori milik Venturi dan dapat dikategorikan kedalm kelompok tema sejarah dan kesejarahan
Sikap postmodern dalam hubungannya dengan pembaruan
Salah satu hal yang paling membuat bingung adalah istilah yang sering kali dipakai untuk mendeskripsikan  kondisi modern .Beberapa usaha yang dilakukan berkaitan dengan pendeskripsian kondisi modern menghindari perbedaan persepsi dibedakan menjadi anti modern dan promodern

Teori  yang melandasi anti modern
Mencari perubahan radikal dengan melakukan pembaruan , menawarkan alternatif  baik orientasi kedepan ataupun mundur kebelakang (kebangkitan tradisional).Posisi postmodern melindungi sejarah dan dalam arsitekturnya  nilai-nilai estetis klasik seperti tiruan dan ornamen kembali diperjuangkan.

Teori anti modern ini lebih condong memunculkan  aliran baru yang memusuhi modern ingin memunculkan kembali ornamen masa lampau yang dihindari oleh modern

Teori yang melandasi Promodern
Merupakan kebalikan dari postmodern  yang ingin lebih meluaskan modern dan melengkapi budaya tradisi modern  dan kemudian mentransformasikannya
Modernisme sebagai program kritik diri yang menjanjikan memelihara kualitas tinggi dari seni masa lalu pada masa sekarang ini  dan juga untuk memastikan kelanjutan dari estetis sebagai suatu nilai.

Terjadinya kekecewaan terhadap modern  yang diakibatkan beberapa hal yaitu kurang efektif dalam memecahkan permasalahan sosial ,kurang identifikasi sosial, kurangnya ketaatan dan kurangnya kecintaan terhadap diri sendiri


TEMA 2 : MAKNA

Tujuan dari arsitektur adalah menghasilkan wacana tektonis yang menandai sebagai tempat bernaung sekaligus pada saat yang sama mewakili suatu makna atau sebuah cerita
 Sebuah lukisan modern berhenti menghadirkan image yang dapat dikenali dalam kehidupan. Jadi mengapa arsitektur harus dibatasi untuk menghadirkan suatu yang eksternal dari diri arsitektur sendiri? Pemikiran ini menggaris bawahi posisi otonomi yang memandang fungsi sebagai eksternal dalam arsitektur.Postmodern menempatkan nilai lebih tinggi pada bentukan daripada fungsi dengan sengaja dan menolak dictum form follow function

Teori dari makna
 “ Saya memandang makna sebagai suatu ide yang fundamental dalam arsitektur dan ide dari segala bentuk di lingkungan atau tanda dalam bahasa , yang membantu menjelaskan mengapa bentuk bisa mendadak menyeruak hidup dan terkadang terkesan hancur berkeping. Selama ada dalam masyarakat maka setiap kegunaan akan diubah dengan sendirinya menjadi sebuah tanda contoh sederhana seperti sebuah jas hujan yang melindungi kita dari hujan, tidak dapat dilepaskan dari tanda yang mengindikasikan situasi di atmosfer, jas hujan identik dengan tanda akan turun hujan.jas hujan akan dipisahkan dari maknanya jika guna sosialnya menurun atau masyarakat  secara expisit menyangkal maknanya lebih lanjut”
Teori ini dikemukakan oleh  Charles Jencks yang merupakan penjelasan mengenai pentingnya makna dari sebuah bangunan akan dapat memberikan jiwa, menghidupkan  existensi dari bangunan itu sendiri.Teori ini berkaitan dengan  tema makna yang memandang tujuan dari arsitektur bukan hanya menciptakan tempat hunian untuk bernaung namun jug sebuah karya yang sarat makna bahkan didasari konsep yang mampu menceritakan asal-usul terjadinya bentukan

Aplikasi Bentukan :
Seperti  yang dihadirkan oleh Kisho Kurokawa dalam Pasific Tower, tersirat  dari bentukan  mampu bercerita banyak, mulai dari bentuk tower yang menyerupai separuh bulan ,terinspirasi dari Chu Mon yaitu gerbang simbolik dari  pintu masuk ruang minum teh di Jepang ini menunjukan adanya distorsi geometri oleh non-geometri(bentukbalok yang kemudian dipotong cembung)
 Penggunaan dua material yang melambangkan dua budaya yaitu budaya Eropa yang diwakili oleh beton agregate putih berupa curving wall, sedangkan pada bagian plaza terdapat curtain wall dari kaca flat yang menciptakan efek transparan,mengingatkan kita pada bahan penutup pintu di Jepang. Gedung ini memang mengekspresikan simbiosis antara Timur dan Barat.
Dari konsepnya dapat terlihat Kisho memulai desainnya berawal dari konsep bentukan, lebih mengutamakan bentuk daripada fungsi  menggabungkan unsur barat dan timur dengan penggunaan dua material termasuk ke dalam kategori  memodifikasi struktur. Beliau juga mencoba menghadirkan bentukan gabungan yang memiliki makna tersendiri yang tersirat, memberikan jiwa pada bangunan seperti yang diungkapkan oleh Jencks. Berdasaran uraian diatas bangunan ini cocok dengan teori Jencks karena memiliki “nyawa” sendiri yang mampu bercerita dan dapat dikategorikan kedalam bangunan yang memiliki tema makna karena berangkat dari bentukan
Contoh kedua dari tema makna yaitu Rumah sakit anak-anak penderita “Neuromuscular disorder”(epilepsi) yang dibuat dengan ide dasar “Bahtera Nuh” (Noah’s Ark) yang menceritakan bagaimana Nuh membawa dan merawat bermacam-macam binatang dalam bahteranya melalui badai dan banjir besar. Dan interpretasi pada kenyataannya yaitu sebagai tempat penampungan dan perawatan anak-anak dari berbagai usia, latar belakang, dan jenis penyakit yang cukup beragam.







Representasi dan Kesejarahan Postmodern
            Postmodern mereperesentasikan makna dari suatu tema. Para seniman postmodern memperkenalkan kembali sisi manusia pada karya-karya mereka yang mengakhiri era abstraksi yang dimulai dari Cubisme, construktivisme dan suprematisme. Intinya manusia lebih diutamakan dalam karya-karya postmodern yaitu dari segi jiwa (lifestyle) melebihi fungsi bangunan secara umum. Penilaian akan karya arsitektur akan berbeda-beda dari setiap pribadi manusia namun nilai lebihnya yaitu manusia akan merasa lebih dihargai secara emosi dan keinginan untuk mengekspresikan dirinya semaksimal mungkin. Karakteristik lain dalam karya postmodern yaitu merepresentasikan masa lalu untuk keperluan masa kini yang juga disesuaikan dengan kultur setempat. Pada dasarnya segala pembenaran dalam aliran postmodern berdasar pada ekologi, urbanisme dan kultur.
Sebagai contoh bangunan “Portland Building” oleh Michael Graves. Graves memang berminat pada arsitektur figuratif yang artinya arsitektur yang berasosiasi dengan alam dan tradisi klasik. Dengan memanfaatkan fragmen-fragmen berkesan sejarah, maka akan muncul makna tradisional dan gambaran yang khas pada bangunan. Patung dan elemen-elemen masif lain memberikan kesan bangunan kembali ke masa kejayaan Yunani dan Romawi walaupun sebenarnya sudah berbeda sekali namun elemen-elemen ini masih memberikan gambaran yang kuat sifat tradisionalnya.

Portland Building





TEMA 3 : TEMPAT
            Fungsionalisme pada kenyataannya mematikan sisi manusia dari suatu karya arsitektur, menjadikannya suatu lingkungan skematis dan tidak berkarakter yang sangat miskin kemungkinan untuk penempatan sisi manusiawi.

Manusia, Arsitektur dan Alam
            Hubungan antara manusia dan alam merupakan suatu fenomena permasalahan yang sudah lama dicari penyelesaian terbaiknya. Alam (nature) dalam hubungannya dengan kultur telah menjadi patokan tema yang stabil dari masa ke masa. Secara umum pergumulan manusia terhadap keadaan alam yang berbeda-beda karakternya pada setiap tempat yang berbeda menjadikan ide dasar dari suatu tema. Arsitektur dalam hubungannya dengan alam harus dapat menjadi tempat bernaung yang aman bagi manusia dari faktor-faktor alam yang terjadi di suatu tempat. Dari sini munculah teknologi yang dibuat manusia untuk beradaptasi salah satunya dalam berarsitektur.
Arsitektur modern lebih mengutamakan analogi mesin daripada analogi secara organik. Dengan kata lain arsitektur modern mengesampingkan perasaan manusia secara organik dan mengutamakan apa yang dapat dibuat dengan mesin sehingga menjadi standar dan sederhana. Sebagian besar karya-karya arsitektur modern “gagal” untuk menyatu dengan alam dan lingkungan. Contoh sederhana dari satu karya arsitektur yang mengutamakan analogi secara organik untuk dapat menyatu dengan lingkungan yaitu bangunan “Timber Workshop” di bawah ini. Untuk sebuah bangunan gudang tempat penyimpanan dan pemotongan kayu yang berlokasi di tengah hutan sebenarnya  dapat saja dibuat sederhana dengan dasar pemikiran pemanfaatan ruang yang maksimal dan fungsional. Namun gambaran yang terjadi dengan lingkungan akan saling bertolak belakang. Karena itu bangunan sedapat mungkin dibuat menjadi seperti suatu unsur organik yang terkesan tidak masif dan dapat bergerak. Struktur atap dan dinding yang menyatu dan dengan lengkungan-lengkungan di seluruh bagian membuat bangunan ini tampak seperti suatu organisme hidup.
Tempat dan Genius Loci
            Menurut Albert Einstein, tempat tidak lain hanyalah bagian dari permukaan bumi yang dapat dideskripsikan dengan sebuah nama dan terdiri dari satu atau lebih  material yang tersusun di dalamnya. Sejarahwan arsitektur Peter Collins mengembangkan pernyataan tersebut dengan mengatakan bahwa itulah arti ruang (space) yang tepat dalam arsitektur yang mungkin juga berarti “place” (plaza, piazza) adalah karya seni terbesar yang mampu digarap oleh arsitek.
            Teori penempatan bermula dari fenomena geografis dari suatu daerah / tempat tertentu dengan karakter dan jiwa yang unik dari tempat tersebut. Merupakan kewajiban arsitek untuk menempatkan karyanya dengan baik pada kondisi tertentu dari suatu tempat dimana karyannya akan dibangun. Struktur yang terjadi dari teori penempatan yang baik juga merupakan realisasi dari pikiran yang mengacu pada keadaan setempat yang kemudian dimodifikasi sehingga menjadi serasi dan sesuai untuk kebutuhan manusia di tempat tersebut. Halangan dan hambatan / tantangan adalah elemen yang mendasar dari tempat. Kedua hal ini akan mengarahkan segala pikiran ke suatu ide menjadi bermakna, berangkat dari pemikiran untuk mengakali penempatan, dengan kata lain mencari Genius Loci dari tempat tersebut.

Konfrontasi dan Penempatan
            Dalam membangun sebuah karya arsitektur perlu dipertimbangkan kondisi topografi dari suatu tempat. Hal ini juga menjadi masalah serius yang dapat menimbulkan konfrontasi serta mempengaruhi tema dan bentukan yang terjadi.  Menurut Heidegger dalam hal ini dikenal istilah “nature and nurture” arsitektur yang baik juga merawat lingkungan tempat dimana ia didirikan. Menurut Tadao Ando begitu pula di lingkungan perkotaan dengan kepadatan dan kultur tertentu, sebuah karya arsitektur harus dapat mewakili dan merepresentasikannya dengan baik.Sedapat mungkin menghindari konfrontasi akibat salah penempatan. Namun dengan adanya konfrontasi dapat dilakukan perbaikan dan penyesuaian yang terbaik.

Tempat dan Regionalisasi
            Menurut Frampton regionalisme kritis mencari kemungkinan dari penempatan dalam makna yang lebih besar dari sebuah karya arsitektur. Diperlukan adanya pengenalan akan regional, bangunan lokal dan sensitivitasnya terhadap cahaya, angin dan kondisi temperatur yang semuanya mengatur respon dari arsitektur yang memberi respon positif pada site. Dengan demikian disain yang terjadi akan menjadi sangat estetis dan ekologis dan juga menolak kapitalisme dari gerakan modernisme.


TEMA 4 : TEORI PERKOTAAN
            Seringkali arsitek fokus pada bangunan sebagai suatu objek tunggal dan bukan objek yang berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut teori perkotaan, setiap bangunan dengan fungsi tertentu telah diatur sedemikian rupa untuk berdiri sesuai dengan konteksnya.
Kontekstualisme
Karena itulah ada muncul teori kontekstual yang mengatur tatanan perkotaan secara umum. Ide-ide mengenai tatanan perkotaan sudah muncul sejak awal peradaban manusia. Contoh paling dapat dilihat yaitu kota-kota Romawi  yang membagi-bagi secara umum menjadi kompleks-kompleks bangunan seperti bangunan pemerintahan, bangunan spiritual, bangunan tempat hiburan dan pertemuan rakyat dan pemerintah (kaisar), daerah pemukiman rakyat, tempat pembuangan sampah dan lain-lain. Semuanya diatur dalam suatu konteks tertentu yang mengacu pada suatu tatanan perkotaan yang dapat menjadi tema dari arsitektur.    
Teori Pembacaan dan Pengartian
            Sebuah kota berisi elemen-elemen yang kuat dan yang lemah dimana satu sama lain saling mempengaruhi dan membentuk suatu arti dan makna tertentu. Makna ini dapat berubah menjadi suatu sistem yang kemudian dapat dibaca dan dibedakan antara yang menandai dan yang ditandai dari suatu daerah. Adanya yang dominan dan sub dominan menjadikan suatu kota memiliki makna yang berbeda dipandang dari sudut pandang yang berbeda pula.

Gambaran dari Kota
Gambaran suatu kota dapat terproyeksi dari sejarah kota tersebut. Misalnya dengan adanya bangunan-bangunan bersejarah yang kemudian adanya bangunan-bangunan baru disekitarnya yang disesuaikan dengan bangunan lama namun tidak menengelamkan bangunan lama namun sebaliknya justru membuat eksistensi bangunan lama menjadi semakin kuat dan berpengaruh serta memberi kesan tersendiri pada lingkungan tempat ia berdiri. Dengan memanfaatkan secara efektif akan jalur/jalan (path), sudut/ujung (edge), node (titik temu), daerah/area (district) dan penanda (landmark) pada suatu kota, maka akan terbentuk makna yang kemudian menjadi gambaran (image) dari kota tersebut.
            Satu contoh implementasi teori ini dalam suatu karya arsitektur adalah Parc de la Villette, Paris oleh Bernard Tschumi. Kompetisi Parc de la Villette diadakan oleh pemerintah Perancis tahun 1982 secara obyektif, kompetisi tersebut adalah :
1.      Untuk menandakan visi dari suatu masa/era
2.      Sebagai aksi terhadap ekonomi masa depan dan perkembangan budaya dari suatu “key are” di Paris
Parc de la Vilette adalah pusat dari berbagai polemik. Pada permulaan kompetisi terjadi polemik antara para disainer lansekap dan para arsitek. Sampai terjadi pergantian pemerintahan dan bermacam krisis perbelanjaan negara.
Parc de la Villette berlokasi di suatu tapak terbesar dan yang terakhir, yang tersisa di Paris. Terletak di sebelah Timur Laut kota, antara the Metro Stations Porte de Pantin dan Porte de la Villette seluas 70 ha. Parc de la Villette kelihatan sebagai percampuran bermacam-macam dasar pragmatis, disamping adanya “the Park, a large museum of science & industry, a city of music, a grand hall for exhibitions and a rock concert hall”. Oleh sebab itu, “the park” bukan merupakan replika lansekap yang sederhana. Sebaliknya merupakan “urban park for 21st century” yang  mengembangkan suatu program yang kompleks dari kultur dan fasilitas hiburan, yang terdiri “open air theatre, restaurant, art galleries, music & painting workshop, playgrounds, video computer displays”, sebaik “obligatory garden” yang lebih menekankan pada hasil ciptaan kultural daripada hanya berupa rekreasi alami. Tschumi berhasil menampilkan “a large metropolitan venture”, yang diperoleh dari “isjunction & diassociations” dari waktu kini. Ini dicobanya untuk mempromosikan suatu strategi urban yang baru dengan keterkaitan konsep : seperti “superimposition” architectural “combination”&”cinematic” lansekap. Tchumi menggambarkan ini sebagai “the largest discontinious building in the world”.



Urbanisme Eropa : Neorasionalisme dan Tipologi
            Kota-kota di Eropa merupakan gudang dari banyak kenangan sejarah. Dan kota merupakan hasil karya manusia dari masa ke masa. Hal ini sangatlah berarti dan harus diteruskan dan jangan dibinasakan dengan dominasi dari modernisme yang ingin membangun modern city yang membinasakan keberadaan unsur-unsur sejarah dan memori dari suatu kota. Simbolisasi dari suatu kota sangatlah penting dalam upaya memfokuskan kembali perhatian pada ide membuat arsitektur dalam konteks perkotaan. Arsitektur adalah kekontrasan yang muncul dari suatu kota yaitu antara yang partikular dan universal, antara yang individual dan kolektif. Tipologi merupakan alat analisis dan sebagai basis rasional untuk proses disain dari suatu transformasi.

Belajar dari para ahli bahasa
            Perlukah fungsi simbolis dengan fungsi literatur dalam berarsitektur? Jika perlu apakah akan dibuat tanda pada bangunan secara khusus atau merupakan bangunan itu sendiri? Akankah arsitektur menyesuaikan bahasanya masing-masing menjadi satu bahasa atau tetap dengan bahasanya dan saling menterjemahkannya kepada yang lain sehingga tercapai suatu kecocokan dalam suatu area atau lingkungan tertentu. Pada dasarnya pikiran manusia memiliki bahasanya masing-masing dan agar orang lain dapat mengerti maka perlu adanya penterjemahan.

Kota-kota pinggiran: Pola Sejaman dari Pembangunan
            Kota-kota pinggiran muncul akibat adanya pemeliharaan keberadaan kota lama yang menjadi pusat dari kegiatan. Hal itu merupakan suatu contoh yang umum dan dapat dijumpai dimana-mana. Bahkan setiap kota besar yang terus berkembang selalu mengarah pada pola sentralisasi terutama kota-kota yang memiliki nilai sejarah pada daerah-daerah tertentu. Jika daerah tersebut dipertahankan maka akan muncul kota-kota pinggiran yang membutuhkan suatu space khusus namun tetap menjadi bagian dari kota inti.

 

 

TEMA 5 : POLITIK DAN AGENDA ETIKA

Berbicara mengenai politik dan etika, maka arsitektur pun juga tak luput pula memberikan arti dan peran penting dalam dunia politik dan etika. Sehingga bila kita kaitkan dengan politik, arsitektur ini tampil dengan wajah yang tidak jauh berbeda dengan kehidupan sosial dan memberikan pedoman dalam kehidupan sosial, bahkan arsitektur bisa bersikap kritis dan berperan aktif dalam mendukung status quo suatu daerah. Sehingga boleh dikata wajah arsitektur yang tampil bisa merupkan intervensi dari kebijakan politik. Oleh karena berkaitan dengan penjelasan di atas, dapat kami artikan bahwa arsitektur tidaklah murni sebagai seni atau boleh dikata arsitektur merupakan seni terapan.
Sedangkan dalam kaitannya dengan etika, arsitektur yang didirikan itu haruslah benar-benar mempertimbangkan kondisi budaya setempat, peduli dan ramah terhadap lingkungan, dalam arti segala macam teknologi dan bahan-bahan bangunan yang dipakai jangan sampai merugikan lingkungan setempat, karena menurut kami arsitektur yang dibangun saat ini akan menjadi “titipan” yang sangat berharga bagi generasi mendatang yang juga butuh suatu lingkungan yang ASRI; bukannya rusak dan “carut-marut” akibat dibangunnya arsitektur tertentu.
Adapun uraian yang kami paparkan diatas kami dapat berdasarkan dari beberapa temuan teori berikut ini; sebagaimana yang disampaikan oleh Christopher Day bahwa meskipun arsitektur sebagai seni tetapi arsitektur itu sendiri bukan hanya berbicara indah dan tidak indah melainkan arsitektur juga harus bisa memperhatikan lingkungan sekitar, dan bahkan sebaliknya pula lingkungan harus bisa juga cocok dengan bahan bangunan dari arsitektur yang akan kita bangun, sehingga agar suatu material bangunan bisa bermanfaat, secara biologi mendukung, secara emosional memuaskan, maka kita harus menggali lebih dalam mengenai apa yang bisa mempersatukan antara material yang dipakai dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu ada benarnya juga bila Christopher Day mengatakan “It starts with the feelings; architecture built up out of adjectives-architecture for the soul” yang artinya bahwa membangun haruslah diawali dengan mengembangkan perasaan barulah kemudian menumbuhkan jiwa yang kuat bagi tempat yang bersangkutan dengan pemilihan material yang benar-benar cocok dan berkualitas tertentu seperti yang dibutuhkan oleh lingkungan.
Lingkungan yang dimaksud pada paparan di atas bukan sekedar lingkungan fisik semata melainkan juga termasuk lingkungan budaya, karena sebagaimana kita ketahui bahwa setiap lingkungan punya perbedaan budaya maka secara individual setiap orang yang berasal dari daerah yang berlainan akan mempunyai tanggapan yang berbeda satu sama lain. Seperti halnya juga yang disampaikan oleh Prof. Ir. Eko Budiharjo MSc. Dalam bukunya yang berjudul Arsitektur Sebagai Warisan Budaya, dimana karya arsitektur merupakan pernyataan kreatif yang jujur dari interaksi kehidupan sosio-kultural masyarakatnya sehingga tidak mungkin bentuk yang tampil merupakan wujud tunggal rupa, melainkan akan berkembang terus penuh kreativitas dan inovasi baru seiring dengan perkembangan sosio-budayanya.
Menindaklanjuti paparan di atas, adapun Christopher Jones juga berpendapat sama yakni “Architecture is becoming not just visual but social, thermal, temporal, historical.” (Essay In Desaign, 1984), yang intinya perlunya kemampuan artistic dipadukan dengan kepekaan sosial dan moral, dan diseimbangkan dengan kesadaran lingkungan.
Sehingga bila kita mengharapkan arsitektur yang manusiawi, yang sesuai dengan kondisi masyarakat sebagaimana adanya dan bukan memaksakan kondisi semata-mata yang diinginkan perancang, maka jawaban sederhana saja, yakni kita harus menghargai arsitektur sebagai seni yang dapat dinikmati oleh masyarakat banyak, bukan untuk dinikmati oleh keinginan perencana arsitek semata-mata, seperti yang terlihat pada bangunan Moshe Safdie di Montreal, disana jelas sekali yang tampil dominan hanyalah kepuasan Sang arsitek bukanlah kepuasan lingkungan sekitar, misalnya budaya setempat yang tidak lagi dilestarikan dalam bangunan itu, bahkan dalam pelaksanaan konstruksinya pastilah sulit sehingga tidak dapat dipungkiri bila pasti merugikan lingkungan setempat atau “tetangga”nya.
Sedangkan keterlibatan arsitektur terhadap politik, atau boleh dikata sebaliknya campur tangan politik dalam dunia arsitektur seperti terlihat pada bangunan Hong Kong bank dimana konsep struktrur dan visualitas bangunan yang ada, sedianya merupakan intervensi dari pemerintah Inggris, maka boleh dibilang arsitektur tersebut menjadi bagian dari obsesi nasional. Jadi sebenarnya komitment dan perhatian yang besar dari pemerintah atau penentu kebijakan mampu merangsang terciptanya wajah-wajah arsitektur yang baik.
Sebagai ilustrasi atas pernyataan teori di atas berikut ini kami sajikan beberapa contoh bangunan yang relevan dengan pembahasan kali ini diantaranya Gedung parlemen yang ada di Tokyo, di sana terlihat sekali kalau bangunan itu berdiri dengan mempertimbangkan budaya setempat, bahkan kalau kita lihat pada “façade” bangunannya pun mengikuti “façade” bangunan yang ada di samping kanan-kirinya sehingga bisa tampil menyatu dan selaras, maka boleh dikata benar-benar tampil dengan menghargai ciri budaya setempat. Demikian juga yang ditampilkan oleh menara Hitechniaga, bangunan ini meskipun memakai teknolgi yang canggih dan terlihat benar-benar “high tech” akan tetapi tampilan itu diramu sedemikan rupa namun sangat memperhatikan iklim dan kekhasan setempat, karena overstek-overstek yang ada dipakai untuk tampias hujan sekaligus tatanan “façade” benar-benar ditata untuk pembayangan terhadap cahaya matahari.


TEMA 6 : BADAN

Sebelum kita kaitkan badan dengan dunia arsitektur ada baiknya kalau kita juga pahami bahwa secara harafiah badan tidak lain merupakan komponen fisik dari tubuh manusia, yang dianggap sebagai subyek.
Sehubungan dengan dunia arsitektur, badan ini dianalogikan sebagai wadah arsitektur. Wadah arsitektur bukan berarti tempat seperti arti harafiah sesungguhnya, karena kalau kita telaah lebih dalam dari ulasan yang ada maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa arsitektur menempatkan manusia sebagai inti dan pedoman dalam membangun dan merancang suatu bentuk desain, karena segala macam desain yang tampil itu tidak lain ditujukan untuk bisa dipakai oleh manusia sebagai subyek pengguna yang harus juga merasa nyaman, sehingga badan nantinya diproyeksikan ke dalam perencanaan gambar, fasade, dan detil.
Dalam rangka mendukung uraian di atas, berikut ini kami sampaikan beberapa pendapat para pakar, diantaranya seperti yang disampaikan oleh Dipl. Ing Suwondo B Sutedjo, bahwa arsitektur merupakan suatu karya manusia untuk manusia yang berarti sesungguhnya arsitektur tidak dapat dinilai hanya sebagai seni bangunan saja tetapi harus selalu dalam konteks manusianya, jadi suatu karya arsitektur bisa dinilai setelah karya tersebut berfungsi dan bukan pada saat karya tersebut secara fisik terselesaikan. Karena manusia menjadi pengguna di dalam karya arsitektur tersebut maka menjadi penting sekali untuk mengetahui tingkah laku manusia sehingga manusia bisa benar-benar menjadi initi dari suatu proses terbentuknya karya arsitektur. Dan menurut beliau bahwa dewasa ini sudah semakin tinggi tingkat kejenuhan arsitek-arsitek Pasca Modern terhadap perancangan yang terlalu ditekankan pada aspek fungsi, bentuk dan estetika yang serba normative dan dogmatis, karena itu mereka ingin menempatkan faktor manusia sebagai titik sentral dalam perancangannya.
Menyambung pendapat dari Dipl. Ing Suwondo B Sutedjo, adapun Robert Venturi juga berpendapat sama dalam bukunya yang berjudul Complexity and Contradiction in Architecture tahun 1966, dimana beliau mengecam perancangan arsitektur yang terlalu menekankan aspek rasional sehingga implikasinya mengabaikan kenyataan bahwa manusia adalah juga makhluk yang emosional, menurutnya kalaupun ingin menerapkan “high tech” maka perlu diperkaya juga dengan “high touch”, nalar dan rasa bukan saja untuk dinikmati oleh arsiteknya melainkan juga bagi manusia lain terlebih sebagai pengguna.
Sebagai pelengkap pemahaman kita akan tema ini, maka kami sertakan juga beberapa obyek kasus diantaranya adalah Henley Regatta Heat Quarters yang berdiri di Henley, bangunan ini terlihat seperti benteng sehingga bila dikaitkan dengan tema yang ada bangunan ini berperan menampilkan kesan kekuasaan karena tampilan bangunan yang mirip
dengan benteng, sehingga manusia dalam arti penghuni di dalamnya ikut juga terangkat statusnya oleh karena tampilan yang disajikan oleh bangunan itu. Oleh karena itu kebutuhan manusia sebagai pengguna bangunan ini yang kurang lebih menghendaki bangunan ini sebagai semacam kantor militer yang syarat dengan kekuasaan bisa dipenuhi. Ini merupakan bukti konkrit kalau bangunan ini mampu memuaskan pemakainya.
Contoh lain dari tema ini adalah bangunan Montmorillon Hospital yang dirancang oleh Architecture Studio (M. Robain, J. F. Galmidre, R. Tisnada, E. X. Descart, J. F. Bonne). Bangunan ini difungsikan sebagai rumah sakit dengan tampilan yang demikian unik menurut kami hal itu dimaksudkan memberikan kepuasan bagi pasien yang tinggal di dalamnya agar tidak mengalami kebosanan dan kejenuhan seperti layaknya ketika tinggal di rumah sakit pada umumnya. Tetapi menurut kami agak kurang cocok dengan tema ini karena tampilan dari luar tidak seperti sebuah rumah sakit apalagi “entrance”nya dibuat sedemikian megah seolah menyimbolkan suatu kekuasaan dan kemegahan dan tidak sebanding dengan seukuran manusia yang masuk
 
 sumber : http://www.oocities.org/sta5_ar530_2/tugas_kel2/tgskel6/kel6.htm


1

The drought in Africa puts
millions of people
in danger to
die of hunger. If we donate, then
we can help
saving
lives.